Nih Sejarah Awal Bangun Lubang Jepang - Bukittinggi
BUKITTINGGI memang kota dengan segudang keindahan alam, budaya, dan sejarah. Lubang Jepang salah satunya. Lorong bawah tanah yang pada masa lampau dipakai sebagai pertahanan bawah tanah serdadu Jepang ini kini dijadikan sebagai obyek wisata andalan Sumatera Barat.
Lubang Jepang didirikan dari tahun 1942-1945 oleh penduduk-penduduk sekitar yang dipekerjakan secara paksa oleh serdadu Jepang. Di dalam lorong bawah tanah sepanjang 1,47 km ini, terdapat 21 lorong kecil yang sebelumnya menjadi lorong-lorong untuk keperluan benteng pertahanan, ibarat lorong penyimpanan amunisi, bilik serdadu militer Jepang, ruang rapat, ruang makan romusa, dapur, penjara, ruang sidang, ruang penyiksaan, daerah pengintaian, daerah penyergapan, dan pintu pelarian.
Ketika ditemukan, diameter pintu masuk lorong ini berukuran 20 cm. Hanya sebesar lingkar badan serdadu-derdadu Jepang yang memang agak ramping. Setidaknya itu yang sering terlihat pada gambar-gambar di dalam buku-buku sejarah. Setelah ditemukan dan dipugar, diameter lorong kini berukuran 3-4 meter dan sudah dilengkapi dengan lampu neon di banyak sekali sudut dan sisi. Namun, dindingnya tidak mengalami perubahan. Dinding batunya bersekat-sekat yang dulu bertujuan untuk meredam bunyi (echo) supaya tidak terdengar keluar. Guratan-guratan pukulan paksa dengan benda agak tajam pun masih terekam di sejumlah dindingnya. Konon, oleh Jepang, para tawanan Indonesia dipaksa menembus bebatuan Ngarai Sianok hanya dengan cangkul dan benda tajam lainnya.
Ketika masuk ke obyek wisata dengan luas hampir 2 hektar ini, pengunjung akan menuruni tangga sejauh 64 meter untuk benar-benar hingga di kedalaman 40 meter. Ketika sampai, pengunjung akan terlebih dulu menemui lorong yang dulu dipakai sebagai ruang penyimpanan amunisi di sisi kanan. Nantinya, pengunjung akan keluar dari lorong ini sesudah puas berkeliling-keliling untuk kembali ke pintu masuk yang sementara juga berfungsi sebagai pintu keluar. Setelah bilik militer, di sisi kanan pengunjung akan menemukan lorong dengan fungsi yang sama. Nantinya, lorong ini akan dijadikan mini teater untuk menayangkan film-film sejarah yang berkaitan dengan penjajahan Jepang di Indonesia dan di ranah Minang secara khusus.
Setelah itu, pengunjung akan menemui sekitar dua lorong lainnya dengan fungsi yang sama. Salah satu lorongnya planning akan dialihfungsikan menjadi daerah penyimpanan maket Lubang Jepang. Makin masuk ke dalam, lorong bertambah hirau taacuh dan lembap. Menghirup udara pun tak seleluasa ibarat biasanya. Namun, perjalanan melintasi lorong ini belum selesai.
Tiba di ujung lorong pertama, kami menemukan pertigaan dan kami meneruskan perjalanan ke lorong di sebelah kiri. Lorong ini pun bercabang. Ada ruang sidang yang dulu dipakai serdadu untuk menghakimi pejuang pribumi ataupun masyarakat setempat yang membangkang. Terdapat pula sebuah cabang lorong yang nantinya akan dijadikan Museum Saintifik.
Menurut pemandu, awalnya pemda berencana menciptakan kafe di lorong ini, tetapi sesudah Presiden SBY berkunjung pribadi ke daerah ini, ia meminta pemda menggantinya dengan sesuatu yang lebih bersifat ilmiah. Melangkah sejauh 5 meter ke depan, di sisi kanan terdapat lorong di sisi kanan yang dulu dipakai sebagai barak militer. Lima meter ke depan lagi di atas lorong utama tertulis "Pintu Pelarian" dengan secercah cahaya dari lubang berpagar yang ada di belakangnya sejauh 10 meter.
Sebelum datang di lubang tersebut, terdapat lorong di sebelah kanan yang menghubungkannya dengan lorong lain. Lorong tersebut berujung di lorong penjara yang dulu dipakai untuk menawan musuh-musuh Jepang. Di sisi kanannya terdapat sebuah ruangan yang di dalamnya terdapat dapur, lubang pengintaian di bab atas, dan sebuah lubang kecil sempurna di bawahnya yang dulu dipakai sebagai daerah penyimpanan mayat-mayat tahanan yang mati tersiksa di dalam penjara. Ujung lubang bermuara di Sungai Sianok.
Tempat ini tergolong mencekam alasannya terletak paling ujung dari lokasi Lubang Jepang. Jika melangkah lagi, pengunjung akan melewati lorong utama yang dulu dipergunakan sebagai lorong penyergapan. Di sepanjang lorong ini terdapat empat lorong yang mengarah keluar dan nantinya akan dipergunakan sebagai pintu keluar. Ketika datang di ujung, pengunjung harus berbelok ke kanan, melalui lorong bekas barak militer. Di sisi kanan terdapat lorong-lorong yang di awal sudah dilewati. Perjalanan pun berakhir melintasi lorong bekas ruang amunisi dan lorong menanjak menuju pintu masuk.
Sepanjang lorong ada sejumlah CCTV yang rencananya akan diaktifkan. Selain itu, ada sekitar enam lubang yang disebut lubang angin. Satu akan difungsikan sebagai pintu masuk, sedangkan lima lainnya akan difungsikan sebagai pintu keluar. Rencananya pada tahun 2009 ini semua planning sanggup direalisasikan.
Pengalaman menyusuri Lubang Jepang meninggalkan kesan tersendiri. Perasaan takjub, miris, dan gembira bercampur aduk saat menapaki setiap lorong dalam obyek wisata ini. Jika berkunjung ke Taman Panorama Ngarai Sianok, sempatkanlah menyusuri Lubang Jepang. Cukup menambah uang sebesar Rp 20.000 untuk pramuwisata atau pemandu yang akan memimpin perjalanan dan memberi klarifikasi mengenai keseluruhan lorong bagi pengunjung.
Referensi:
http://travel.kompas.com/read/2009/03/02/08142681/Lubang.Jepang..Saksi.Sejarah.di.Dasar.Tebing
Lubang Jepang didirikan dari tahun 1942-1945 oleh penduduk-penduduk sekitar yang dipekerjakan secara paksa oleh serdadu Jepang. Di dalam lorong bawah tanah sepanjang 1,47 km ini, terdapat 21 lorong kecil yang sebelumnya menjadi lorong-lorong untuk keperluan benteng pertahanan, ibarat lorong penyimpanan amunisi, bilik serdadu militer Jepang, ruang rapat, ruang makan romusa, dapur, penjara, ruang sidang, ruang penyiksaan, daerah pengintaian, daerah penyergapan, dan pintu pelarian.
Ketika ditemukan, diameter pintu masuk lorong ini berukuran 20 cm. Hanya sebesar lingkar badan serdadu-derdadu Jepang yang memang agak ramping. Setidaknya itu yang sering terlihat pada gambar-gambar di dalam buku-buku sejarah. Setelah ditemukan dan dipugar, diameter lorong kini berukuran 3-4 meter dan sudah dilengkapi dengan lampu neon di banyak sekali sudut dan sisi. Namun, dindingnya tidak mengalami perubahan. Dinding batunya bersekat-sekat yang dulu bertujuan untuk meredam bunyi (echo) supaya tidak terdengar keluar. Guratan-guratan pukulan paksa dengan benda agak tajam pun masih terekam di sejumlah dindingnya. Konon, oleh Jepang, para tawanan Indonesia dipaksa menembus bebatuan Ngarai Sianok hanya dengan cangkul dan benda tajam lainnya.
Ketika masuk ke obyek wisata dengan luas hampir 2 hektar ini, pengunjung akan menuruni tangga sejauh 64 meter untuk benar-benar hingga di kedalaman 40 meter. Ketika sampai, pengunjung akan terlebih dulu menemui lorong yang dulu dipakai sebagai ruang penyimpanan amunisi di sisi kanan. Nantinya, pengunjung akan keluar dari lorong ini sesudah puas berkeliling-keliling untuk kembali ke pintu masuk yang sementara juga berfungsi sebagai pintu keluar. Setelah bilik militer, di sisi kanan pengunjung akan menemukan lorong dengan fungsi yang sama. Nantinya, lorong ini akan dijadikan mini teater untuk menayangkan film-film sejarah yang berkaitan dengan penjajahan Jepang di Indonesia dan di ranah Minang secara khusus.
Setelah itu, pengunjung akan menemui sekitar dua lorong lainnya dengan fungsi yang sama. Salah satu lorongnya planning akan dialihfungsikan menjadi daerah penyimpanan maket Lubang Jepang. Makin masuk ke dalam, lorong bertambah hirau taacuh dan lembap. Menghirup udara pun tak seleluasa ibarat biasanya. Namun, perjalanan melintasi lorong ini belum selesai.
Tiba di ujung lorong pertama, kami menemukan pertigaan dan kami meneruskan perjalanan ke lorong di sebelah kiri. Lorong ini pun bercabang. Ada ruang sidang yang dulu dipakai serdadu untuk menghakimi pejuang pribumi ataupun masyarakat setempat yang membangkang. Terdapat pula sebuah cabang lorong yang nantinya akan dijadikan Museum Saintifik.
Menurut pemandu, awalnya pemda berencana menciptakan kafe di lorong ini, tetapi sesudah Presiden SBY berkunjung pribadi ke daerah ini, ia meminta pemda menggantinya dengan sesuatu yang lebih bersifat ilmiah. Melangkah sejauh 5 meter ke depan, di sisi kanan terdapat lorong di sisi kanan yang dulu dipakai sebagai barak militer. Lima meter ke depan lagi di atas lorong utama tertulis "Pintu Pelarian" dengan secercah cahaya dari lubang berpagar yang ada di belakangnya sejauh 10 meter.
Sebelum datang di lubang tersebut, terdapat lorong di sebelah kanan yang menghubungkannya dengan lorong lain. Lorong tersebut berujung di lorong penjara yang dulu dipakai untuk menawan musuh-musuh Jepang. Di sisi kanannya terdapat sebuah ruangan yang di dalamnya terdapat dapur, lubang pengintaian di bab atas, dan sebuah lubang kecil sempurna di bawahnya yang dulu dipakai sebagai daerah penyimpanan mayat-mayat tahanan yang mati tersiksa di dalam penjara. Ujung lubang bermuara di Sungai Sianok.
Tempat ini tergolong mencekam alasannya terletak paling ujung dari lokasi Lubang Jepang. Jika melangkah lagi, pengunjung akan melewati lorong utama yang dulu dipergunakan sebagai lorong penyergapan. Di sepanjang lorong ini terdapat empat lorong yang mengarah keluar dan nantinya akan dipergunakan sebagai pintu keluar. Ketika datang di ujung, pengunjung harus berbelok ke kanan, melalui lorong bekas barak militer. Di sisi kanan terdapat lorong-lorong yang di awal sudah dilewati. Perjalanan pun berakhir melintasi lorong bekas ruang amunisi dan lorong menanjak menuju pintu masuk.
Sepanjang lorong ada sejumlah CCTV yang rencananya akan diaktifkan. Selain itu, ada sekitar enam lubang yang disebut lubang angin. Satu akan difungsikan sebagai pintu masuk, sedangkan lima lainnya akan difungsikan sebagai pintu keluar. Rencananya pada tahun 2009 ini semua planning sanggup direalisasikan.
Pengalaman menyusuri Lubang Jepang meninggalkan kesan tersendiri. Perasaan takjub, miris, dan gembira bercampur aduk saat menapaki setiap lorong dalam obyek wisata ini. Jika berkunjung ke Taman Panorama Ngarai Sianok, sempatkanlah menyusuri Lubang Jepang. Cukup menambah uang sebesar Rp 20.000 untuk pramuwisata atau pemandu yang akan memimpin perjalanan dan memberi klarifikasi mengenai keseluruhan lorong bagi pengunjung.
Referensi:
http://travel.kompas.com/read/2009/03/02/08142681/Lubang.Jepang..Saksi.Sejarah.di.Dasar.Tebing
0 Response to "Nih Sejarah Awal Bangun Lubang Jepang - Bukittinggi"
Posting Komentar