Nih Sejarah Pertandingan Duel El Clasico ( Real Madrid & Barcelona)
Sejarah Pertandingan Duel El Clasico ( Real Madrid & Barcelona) - Duel El Clasico dalam bahasa Inggris disebut dengan The Classic dan dalam bahasa Indonesia berarti klasik, yakni derby yang mempertemukan dua klub raksasa Spanyol yaitu Real Madrid dan FC Barcelona. El Clasico edisi pertama terjadi pada 17 Februari 1929, dimana tim tamu Real Madrid unggul tipis 1-2 atas Barcelona.
Permusuhan antara Barcelona dan Real Madrid bermula pada masa Franco. Siapa Franco ini? Dia yakni seorang Jenderal yang menjadi penguasa diktator di Spanyol pada tahun 1930-an. Barcelona, hingga sekarang, yakni ibukota dari Provinsi Catalonia, yang sebagian besar penduduknya yakni dari suku bangsa Catalan dan Basque.
Sejak dulu, orang-orang Catalonia ini menganggap diri mereka bukan penggalan dari Spanyol, dan merupakan bangsa yang berada di bawah penjajahan Spanyol. Oleh alasannya yakni itu, setiap laga El-Clasico pendukung Barca terlihat kerap membawa benderanya sendiri, bukan bendera Spanyol.
Franco melarang penggunaan bendera dan bahasa kawasan Catalan. FC Barcelona kemudian menjadi satu-satunya tempat dimana sekumpulan besar orang sanggup berkumpul dan berbicara dalam bahasa kawasan mereka. Warna biru dan merah marun Barcelona menjadi pengganti yang gampang dipahami dari warna merah dan kuning (bendera) Catalonia.
Franco kemudian bertindak lebih jauh. Josep Suol, Presiden Barcelona waktu itu, dibunuh oleh pihak militer pada tahun 1936, dan sebuah bom dijatuhkan di FC Barcelona Social Club pada tahun 1938. Di lapangan sepakbola, titik nadir permusuhan ini terjadi pada tahun 1941 ketika para pemain Barcelona diinstruksikan (dibawah bahaya militer) untuk kalah dari Real Madrid.
Barcelona kalah dan gawang mereka kemasukan 11 gol dari Real Madrid. Sebagai bentuk protes, Barcelona bermain serius dalam 1 serangan dan mencetak 1 gol. Skor simpulan 11-1, dan 1 gol itu menciptakan Franco kesal. Kiper Barcelona kemudian dijatuhi tuduhan apengaturan pertandingan dan dihentikan untuk bermain sepakbola lagi seumur hidupnya.
Sejak ketika itu FC Barcelona menjadi semacam klub anti-franco dan menjadi simbol perlawanan Catalonia terhadap Franco, dan secara umum, terhadap Spanyol. Ada juga klub-klub lain di Catalonia mirip Athletic Bilbao dan Espanyol. Athletic Bilbao hingga ketika ini tetap pada idealismenya untuk hanya merekrut pemain-pemain orisinil Basque, tetapi dari segi prestasi tidak sementereng Barcelona.
Demikian juga dengan Espanyol. Sementara yang dijadikan simbol musuh, tentu saja, yakni klub kesayangan Franco yang bermarkas di ibukota Spanyol, FC Real Madrid. Sebagai sebuah simbol perlawanan, kultur dan aksara Barcelona kemudian terbentuk dengan sendirinya. Siapapun pelatihnya, dan gaya apapun yang dipakai, karakternya hanya satu: Menyerang!.
Sebagai penyerang, Barcelona bermaksud untuk mendobrak dominasi Real Madrid (dan bagi orang Catalonia, mendobrak dominasi Spanyol). Untuk itulah Barcelona pantang bermain bertahan, alasannya yakni itu yakni simbol ketakutan. Kalah atau menang yakni hal biasa. Tapi keberanian memegang karakter, itulah yang menjadi simbol perlawanan.
Pada tahun 50-an dan 60-an, Barca memang tertutup oleh kejayaan Real Madrid yang waktu itu diperkuat Ferenc Puskas, Di Stefano, dsb. Sebagai anak emas Franco semenjak tahun 1930-an, Real Madrid memang selalu mempunyai sumber dana besar untuk belanja pemain. Barcelona sendiri, pada 2 dasawarsa tersebut hanya sanggup memenangi 4 kali liga spanyol, 2 kali piala raja, dan satu kali piala Inter City Honest (yang kemudian menjadi UEFA Cup).
Pada tahun 1973, seorang pemain Belanda yang kelak menjadi salah satu legenda Barcelona, Johan Cruyff, bergabung dari Ajax. Dalam pernyataan persnya ketika diperkenalkan, Cruyff menyatakan bahwa ia lebih menentukan Barcelona dibanding Real Madrid alasannya yakni ia tidak akan mau bermain di sebuah klub yang diasosiasikan dengan Franco.
Bersama kompatriotnya, Johan Neeskens, mereka eksklusif membawa Barcelona memenangi gelar liga spanyol (setelah sebelumnya 14 tahun puasa gelar), dan dalam prosesnya tahun itu sempat mengalahkan Real Madrid di sangkar Madrid sendiri dengan skor 5-0 (!).
Pada tahun itu Johan Cruyff dinobatkan sebagai pesepakbola terbaik Eropa, dan memberi nama anaknya dengan nama khas Catalan, yaitu Jordi. Statusnya sebagai legenda menjadi abadi. Jordi Cruyff sendiri pada alhasil tidak pernah sanggup sebesar ayahnya. Karir sepakbolanya lebih banyak dihabiskan di klub-klub medioker, meski sempat beberapa tahun memperkuat Manchester United.
Selanjutnya, permusuhan itu terus ada, meskipun tidak sesengit pada tahun-tahun awalnya, hingga sekarang. Bisa dibilang, rivalitas ketika ini sudah lebih sportif dan berjalan dengan lebih sehat. Tapi permusuhan yang semenjak dulu telah begitu mengakar menyebabkan duel diantara keduanya selalu menjanjikan sesuatu yang spesial.
Inilah mengapa duel antara Barcelona dengan Real Madrid yang terjadi setidaknya 2 kali setiap tahunnya (di liga Spanyol) disebut dengan el classico, alasannya yakni memang menyajikan satu duel klasik dengan sejarah panjang terbentang dibelakangnya.
Meski berulang setiap tahun, akan tetapi saking monumentalnya duel ini menciptakan Johan Cruyff dan Bobby Robson ketika menjadi instruktur Barcelona pada era simpulan 1980-an hingga simpulan 1990-an hingga mengibaratkan el classico sebagai sebuah perang, bukan sekedar pertandingan sepak bola.
Baik instruktur Real Madrid maupun instruktur Barcelona ketika menghadapi el classico akan merasa mirip membawa sepasukan 'serdadu' perang, bukan sebuah 'kesebelasan' sepak bola, alasannya yakni begitu besarnya kehormatan yang dipertaruhkan.
Demikian juga pertaruhan bagi pelatih, alasannya yakni ketika ia diangkat sebagai instruktur seolah sudah ada beban yang diberikan oleh klub:
"Anda boleh kalah dari siapa saja di liga ini, tapi JANGAN hingga kalah dari Real Madrid...!!
Meski begitu di dalam lapangan, peperangan ini sepanjang sejarahnya selalu berlangsung dalam sportifitas yang tinggi, alasannya yakni sportifitas pun merupakan satu bentuk kehormatan yang harus dijaga. Ini soal nama baik.
Transfer pemain yakni salah satu bentuk perang di luar lapangan. Dalam hal ini, perpindahan pemain dari Barcelona ke Real Madrid (maupun sebaliknya) akan dianggap sebagai sebuah bentuk pengkhianatans Figo mungkin yakni salah seorang yang paling mengerti mengenai hal ini.
Direkrut oleh Barcelona pada tahun 1996, pemain Portugal yang kala itu bukan siapa-siapaa tersebut kemudian menemui masa-masa jayanya. Barcelona memberinya peranan signifikan sebagai sayap kanan tim, dan bersama Rivaldo membawa Barcelona berjaya pada simpulan tahun 1990an.
Akan tetapi, pada tahun 2001, dunia tersentak ketika Figo mendapatkan anjuran Real Madrid dengan iming-iming honor dua kali lipat dan nilai transfer yang ketika itu menjadi rekor pembelian termahal seorang pemain sepak bola.
Nilai itu melebihi batas klausul transfer Figo, sehingga Barcelona harus mendapatkan anjuran tersebut menurut hukum Bosman. Meski begitu, transfer itu tetap tidak akan terjadi seandainya Figo secara pribadi tidak mendapatkan anjuran Real Madrid. Toh alhasil Figo berkhianat.
Dalam duel el classico tahun berikutnya, ketika pertandingan dilangsungkan di Nou Camp (kandang Barcelona), Figo mendapatkan sambutan monumental yang mungkin tidak akan dilupakannya seumur hidup.
Seorang pendukung Barcelona di tengah-tengah pertandingan berhasil menerobos pagar petugas keamanan, sambil menggunakan bendera Barcelona sebagai jubah, kemudian berlari ke arah Figo membawa sebuah hadiah istimewa, yakni:
Sebuah kepala babi, lengkap dengan darah masih menetes dari lehernya. Ia kemudian melemparkan bendera Barcelona dan kepala babi itu ke arah Figo.
Figo sendiri hanya melamun menunduk beberapa saat, kemudian berjalan menjauh. Entah apa yang ada dalam pikirannya ketika itu, alasannya yakni ia tahu kepala babi itu yakni simbol keserakahan dan pengkhianatan.
Dalam hal prestasi, Real Madrid memang masih di atas Barcelona. Jarak prestasi itu terjadi terutama pada tahun 1950-1970an, ketika Real Madrid menjadi anak emas Franco dan mempunyai kekuatan finansial jauh diatas Barcelona untuk membeli bintang-bintang sepakbola nan bersinar dari seluruh dunia dan tradisi itu masih berlanjut hingga sekarang.
Rekor Pertemuan
Bicara rekor pertemuan antara Barca dan Real Madrid tentu punya catatan yang panjang. Keduanya sama-sama jago dan sering saling mengalahkan. Meski demikian, secara total Madrid masih lebih unggul dari Barcelona. Dalam 162 laga yang telah dijalani kedua tim di ajang La Liga, Madrid berhasil menang 68 kali. Sementara El Barca hanya mengoleksi 63 kemenangan, sedangkan 31 laga sisanya berakhir dengan hasil imbang.
Berikut ini rekor pertemuan El Clasico :
La Liga :
Total pertandingan = 162
Real Madrid menang = 68 menang, 259 gol
FC Barcelona menang = 63 menang, 253 gol
Imbang = 31
Skor Terbesar = Madrid 11-1 Barcelona (3 Februari 1942)
Copa del Rey :
Total pertandingan = 29
Real Madrid menang = 10 menang, 56 gol
Barcelona menang = 14 menang, 59 gol
Imbang = 5
Skor Terbesar = Madrid 6-6 Barcelona (Semifinal 1916)
Spanish Super Cup :
Total pertandingan = 10
Real Madrid menang = 5 menang, 21 gol
Barcelona menang = 3 menang, 13 gol
Imbang = 2
Skor Terbesar = Madrid 4-1 Barcelona (1997-1998)
Liga Champions :
Total pertandingan = 8
Real Madrid menang = 3 menang, 13 gol
Barcelona menang = 2 menang, 10 gol
Imbang = 3
Skor Terbesar = Madrid 3-1 Barcelona (Semifinal 1959-1960)
Referensi:
https://sejarahasal.blogspot.com//search?q=sejarah-awal-berdiri-klub-barcelona-fc#.UTI1_6L0nTU
https://sejarahasal.blogspot.com//search?q=sejarah-awal-berdiri-klub-barcelona-fc
0 Response to "Nih Sejarah Pertandingan Duel El Clasico ( Real Madrid & Barcelona)"
Posting Komentar