Nih Sejarah Awal Bangun Negara China
Amerika Serikat maupun Uni Soviet – sebuah postur politik luar negeri yang kesudahannya menciptakan Cina harus mengisolasi dirinya dari pergaulan internasional. Sementara itu, di dalam negeri kesulitan rakyat memuncak jawaban petualangan politik Mao dalam Lompatan Jauh ke Depan (1958–60) dan Revolusi Kebudayaan (1966–76).
Cina di masa Mao yakni sebuah negara sosialis di mana negara memainkan kiprah utama dalam pembangunan perekonomian. Di sektor industri, misalnya, perusahaan-perusahaan milik pemerintah menghasil-kan lebih dari 60 persen gross value produksi industri. Di sektor urban, pemerintah yakni satu-satunya biro yang berwenang menetapkan harga komoditas utama, memilih distribusi dana investasi, mengalokasikan sumber-sumber energi, mematok tingkat upah tenaga kerja, serta mengontrol kebijakan finansial dan sistem perbankan. Sistem perdagangan luar negeri juga menjadi monopoli pemerintah semenjak awal tahun 1950-an.
Sejak Mao “pergi menghadap Marx” pada September 1976, Cina mulai membuka dirinya dan mengadopsi reformasi pasar terbuka. Sejak tahun 1978 kiprah pemerintah sentra di bawah pimpinan Deng Xiaoping dalam mengatur ekonomi semakin berkurang, diiringi dengan semakin besarnya kiprah baik perusahaan-perusahaan swasta maupun kekuatan pasar lainnya. Sebagai hasilnya, ekonomi Cina menyampaikan dinamisme yang mencengangkan: antara tahun 1978 dan 1995, pinjaman Cina terhadap GDP dunia meningkat dari 5% menjadi 10,9%. Meskipun Cina masih tergolong miskin dalam konteks pendapatan perkapita, hasil ini telah memicu spekulasi ihwal masa depan Cina. Bahkan ada pengamat yang menyampaikan bahwa dengan keberhasilan Cina untuk tidak terseret dalam gelombang krisis ekonomi Asia, perekonomian Cina diperkirakan akan bisa menyamai Amerika Serikat pada sekitar tahun 2015.
Cina memasuki era ke-21 dengan sisa-sisa ideologi sosialisnya di satu kaki dan upaya keras menjadi salah satu kekuatan dunia di kaki yang lain. Bila semasa Mao berkuasa Cina masih menerapkan aturan-aturan yang otokratis, pemujaan berlebihan pada sosok pemimpin negara, ortodoksi yang kaku dan isolasionisme, maka di era 1990-an dan awal era ke-21 ini pemerintah Cina dihadapkan pada penduduk yang jauh lebih berpendidikan dan bisa mengartikulasikan diri.
Cina yang tadinya memuja revolusi komunis (yang berkaitan bersahabat dengan radikalisme kelas pekerja, egalitarianisme, dan memusuhi imperi-alisme Barat) telah digantikan oleh Cina yang termodernisasi, dengan ekonomi industri kapitalis yang terintegrasi dengan dunia, penerapan konsep demokrasi, dan pengembangan SDM melalui sistem pendidikan yang maju. Ini merupakan bukti adanya penolakan pada revolusi atas nama modernisasi atau dengan kata lain penolakan pada sosialisme atas nama kapitalisme.
Transisi dari ekonomi sosialis yang terpusat menuju ekonomi pasar bebas memang menjadikan taraf kehidupan sebagian besar rakyat Cina semakin membaik. Karenanya tidaklah mengherankan kalau kemakmuran bukan lagi menjadi barang glamor di Cina. Boom ekonomi telah membawa kemajuan besar dalam standar kehidupan kebanyakan orang urban Cina. Meski Cina belum tentu segera akan menjadi masyarakat yang terbuka dan bebas, tetapi pembatasan terhadap kebudayaan pop dan hal-hal berbahaya lainnya dari Barat telah mulai dikurangi tiga seperempat bukti bahwa kapitalisme telah semakin dalam menancapkan kukunya di Cina.
Transisi itu juga menjadikan banyak sekali permasalahan akut yang harus segera diatasi. Kenneth Lieberthal, seorang sinolog dari University of Michigan, menciptakan daftar lima dilema tergawat yang dihadapi Cina sampaumur ini: (1) penurunan derajat mutu lingkungan hidup, (2) pengangguran, (3) konflik-konflik separatisme yang mengarah pada disintegrasi, (4) keikutsertaan Cina dalam WTO, dan (5) korupsi yang endemik.
Sehubungan dengan dilema yang terakhir, Cina menyadari bahwa sebuah lingkungan politik dan sosial yang stabil merupakan kebutuhan bagi upaya mempertahankan pembangunan ekonomi yang sehat, termasuk di dalamnya usaha melawan korupsi. Inilah sebabnya mengapa pemerintah Cina semenjak permulaan reformasi telah bertekad untuk menjadikan pembangunan ekonomi sebagai kiprah utama dan bersamaan dengan itu juga berusaha keras melawan korupsi demi menjamin stabilitas serta memajukan reformasi dan pembangunan.
Mengingat arti penting China sampaumur ini dalam banyak sekali bidang, tidaklah berlebihan kalau dinyatakan bahwa kita perlu mencermati bagaimana perkembangan budaya dan sejarahnya sampai menjadi menyerupai dikala ini sebagai materi refleksi yang sangat berharga. Buku ini melengkapi sejarah China dalam bahasa Indonesia karya Nio Joe Lan berjudul Tiongkok Sepandjang Abad. Setidaknya karya ini akan memudahkan para sarjana sinologi dan masyarakat pada umumnya dalam mempelajari sejarah China.
Referensi:
http://blog.djarumbeasiswaplus.org/nurulikhsan/?p=489
http://forum.detik.com/sejarah-cina-t96477.html
Cina di masa Mao yakni sebuah negara sosialis di mana negara memainkan kiprah utama dalam pembangunan perekonomian. Di sektor industri, misalnya, perusahaan-perusahaan milik pemerintah menghasil-kan lebih dari 60 persen gross value produksi industri. Di sektor urban, pemerintah yakni satu-satunya biro yang berwenang menetapkan harga komoditas utama, memilih distribusi dana investasi, mengalokasikan sumber-sumber energi, mematok tingkat upah tenaga kerja, serta mengontrol kebijakan finansial dan sistem perbankan. Sistem perdagangan luar negeri juga menjadi monopoli pemerintah semenjak awal tahun 1950-an.
Sejak Mao “pergi menghadap Marx” pada September 1976, Cina mulai membuka dirinya dan mengadopsi reformasi pasar terbuka. Sejak tahun 1978 kiprah pemerintah sentra di bawah pimpinan Deng Xiaoping dalam mengatur ekonomi semakin berkurang, diiringi dengan semakin besarnya kiprah baik perusahaan-perusahaan swasta maupun kekuatan pasar lainnya. Sebagai hasilnya, ekonomi Cina menyampaikan dinamisme yang mencengangkan: antara tahun 1978 dan 1995, pinjaman Cina terhadap GDP dunia meningkat dari 5% menjadi 10,9%. Meskipun Cina masih tergolong miskin dalam konteks pendapatan perkapita, hasil ini telah memicu spekulasi ihwal masa depan Cina. Bahkan ada pengamat yang menyampaikan bahwa dengan keberhasilan Cina untuk tidak terseret dalam gelombang krisis ekonomi Asia, perekonomian Cina diperkirakan akan bisa menyamai Amerika Serikat pada sekitar tahun 2015.
Cina memasuki era ke-21 dengan sisa-sisa ideologi sosialisnya di satu kaki dan upaya keras menjadi salah satu kekuatan dunia di kaki yang lain. Bila semasa Mao berkuasa Cina masih menerapkan aturan-aturan yang otokratis, pemujaan berlebihan pada sosok pemimpin negara, ortodoksi yang kaku dan isolasionisme, maka di era 1990-an dan awal era ke-21 ini pemerintah Cina dihadapkan pada penduduk yang jauh lebih berpendidikan dan bisa mengartikulasikan diri.
Cina yang tadinya memuja revolusi komunis (yang berkaitan bersahabat dengan radikalisme kelas pekerja, egalitarianisme, dan memusuhi imperi-alisme Barat) telah digantikan oleh Cina yang termodernisasi, dengan ekonomi industri kapitalis yang terintegrasi dengan dunia, penerapan konsep demokrasi, dan pengembangan SDM melalui sistem pendidikan yang maju. Ini merupakan bukti adanya penolakan pada revolusi atas nama modernisasi atau dengan kata lain penolakan pada sosialisme atas nama kapitalisme.
Transisi dari ekonomi sosialis yang terpusat menuju ekonomi pasar bebas memang menjadikan taraf kehidupan sebagian besar rakyat Cina semakin membaik. Karenanya tidaklah mengherankan kalau kemakmuran bukan lagi menjadi barang glamor di Cina. Boom ekonomi telah membawa kemajuan besar dalam standar kehidupan kebanyakan orang urban Cina. Meski Cina belum tentu segera akan menjadi masyarakat yang terbuka dan bebas, tetapi pembatasan terhadap kebudayaan pop dan hal-hal berbahaya lainnya dari Barat telah mulai dikurangi tiga seperempat bukti bahwa kapitalisme telah semakin dalam menancapkan kukunya di Cina.
Transisi itu juga menjadikan banyak sekali permasalahan akut yang harus segera diatasi. Kenneth Lieberthal, seorang sinolog dari University of Michigan, menciptakan daftar lima dilema tergawat yang dihadapi Cina sampaumur ini: (1) penurunan derajat mutu lingkungan hidup, (2) pengangguran, (3) konflik-konflik separatisme yang mengarah pada disintegrasi, (4) keikutsertaan Cina dalam WTO, dan (5) korupsi yang endemik.
Sehubungan dengan dilema yang terakhir, Cina menyadari bahwa sebuah lingkungan politik dan sosial yang stabil merupakan kebutuhan bagi upaya mempertahankan pembangunan ekonomi yang sehat, termasuk di dalamnya usaha melawan korupsi. Inilah sebabnya mengapa pemerintah Cina semenjak permulaan reformasi telah bertekad untuk menjadikan pembangunan ekonomi sebagai kiprah utama dan bersamaan dengan itu juga berusaha keras melawan korupsi demi menjamin stabilitas serta memajukan reformasi dan pembangunan.
Mengingat arti penting China sampaumur ini dalam banyak sekali bidang, tidaklah berlebihan kalau dinyatakan bahwa kita perlu mencermati bagaimana perkembangan budaya dan sejarahnya sampai menjadi menyerupai dikala ini sebagai materi refleksi yang sangat berharga. Buku ini melengkapi sejarah China dalam bahasa Indonesia karya Nio Joe Lan berjudul Tiongkok Sepandjang Abad. Setidaknya karya ini akan memudahkan para sarjana sinologi dan masyarakat pada umumnya dalam mempelajari sejarah China.
Referensi:
http://blog.djarumbeasiswaplus.org/nurulikhsan/?p=489
http://forum.detik.com/sejarah-cina-t96477.html
0 Response to "Nih Sejarah Awal Bangun Negara China"
Posting Komentar