Nih Sejarah Terjadinya Konflik Israel-Palestina Di Gaza
Sejarah Terjadinya Konflik Israel-Palestina di Gaza - Konflik Palestina – Israel berdasarkan sejarah sudah 31 tahun ketika pada tahun 1967 Israel menyerang Mesir, Yordania dan Syria dan berhasil merebut Sinai dan Jalur Gaza (Mesir), dataran tinggi Golan (Syria), Tepi Barat dan Yerussalem (Yordania). Sampai kini perdamaian tampaknya jauh dari harapan. Ditambah lagi terjadi ketidaksepakatan wacana masa depan Palestina dan hubungannya dengan Israel di antara faksi-faksi di Palestina sendiri.
Jalur Gaza acap kali diperebutkan oleh Israel dari Palestina. Kawasan ini terletak di pantai timur Laut Tengah, berbatasan dengan Mesir di sebelah barat daya (11 km), dan Israel di sebelah timur dan utara (51 km (32 mil). Jalur Gaza mempunyai panjang sekitar 41 kilometer (25 mil) dan lebar antara 6 hingga 12 kilometers (3,7 hingga 7,5 mil), dengan luas total 365 kilometer persegi (141 mil²). Populasi di Jalur Gaza berjumlah sekitar 1,7 juta jiwa. Mayoritas penduduknya besar dan lahir di Jalur Gaza, selebihnya merupakan pengungsi Palestina yang melarikan diri ke Gaza sehabis meletusnya Perang Arab-Israel 1948. Populasi di Jalur Gaza didominasi oleh Muslim Sunni. Tingkat pertumbuhan penduduknya pertahun mencapai angka 3,2 persen. Hal ini menjadikannya sebagai wilayah dengan laju pertumbuhan penduduk tertinggi ke tujuh di dunia. Jalur Gaza memperoleh batas-batasnya ketika ini pada simpulan perang tahun 1948, yang ditetapkan melalui Perjanjian Gencatan Senjata Israel-Mesir pada 24 Februari 1949. Pasal V dari perjanjian ini menyatakan bahwa garis demarkasi di Jalur Gaza bukanlah merupakan perbatasan internasional. Jalur Gaza selanjutnya diduduki Mesir.
Pada awalnya, Jalur Gaza secara resmi dikelola oleh Pemerintahan Seluruh Palestina, yang didirikan oleh Liga Arab pada bulan September 1948. Sejak pembubaran Pemerintahan Seluruh Palestina pada tahun 1959 hingga 1967, Jalur Gaza secara eksklusif dikelola oleh seorang gubernur militer Mesir. Israel merebut dan menduduki Jalur Gaza dalam Perang Enam Hari pada tahun 1967.
Berdasarkan Persetujuan Damai Oslo yang disahkan pada tahun 1993, Otoritas Palestina ditetapkan sebagai tubuh administratif yang mengelola sentra kependudukan Palestina. Israel mempertahankan kontrolnya terhadap Jalur Gaza di wilayah udara, wilayah perairan, dan lintas perbatasan darat dengan Mesir. Israel secara sepihak menarik diri dari Jalur Gaza pada tahun 2005. Jalur Gaza merupakan kepingan dari teritori Palestina. Sejak Juli 2007, sehabis pemilihan umum legislatif Palestina 2006 dan sehabis Pertempuran Gaza, Hamas menjadi penguasa de facto di Jalur Gaza, yang kemudian membentuk Pemerintahan Hamas di Gaza.
Konflik Israel-Palestina ini bukanlah sebuah konflik dua sisi yang sederhana, seakan-akan seluruh bangsa Israel (atau bahkan seluruh orang Yahudi yang berkebangsaan Israel) mempunyai satu pandangan yang sama, sementara seluruh bangsa Palestina mempunyai pandangan yang sebaliknya.
Di kedua komunitas terdapat orang-orang dan kelompok-kelompok yang menganjurkan penyingkiran teritorial total dari komunitas yang lainnya, sebagian menganjurkan solusi dua negara, dan sebagian lagi menganjurkan solusi dua bangsa dengan satu negara sekular yang meliputi wilayah Israel masa kini, Jalur Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem Timur.
Konflik antara Palestina dan Israel terjadi pada simpulan kurun 19 atau tahun 1920. Terdapat dua aktivitas yang melatarbelakangi konflik ini. Di antaranya pelaksanaan kongres zionis pertama tahun 1897 dan Deklarasi Balfour tahun 1917.
Deklarasi Balfour (1917) ialah surat tertanggal 2 November 1917 dari Menteri Luar Negeri Britania Raya/Inggris; Arthur James Balfour, kepada Lord Rothschild (Walter Rothschild), pemimpin komunitas Yahudi Inggris, untuk dikirimkan kepada Federasi Zionis.
Surat itu menyatakan posisi yang disetujui pada rapat Kabinet Inggris pada 31 Oktober 1917, bahwa pemerintah Inggris mendukung rencana-rencana Zionis buat ‘tanah air’ bagi Yahudi di Palestina, dengan syarat bahwa tak ada hal-hal yang boleh dilakukan yang mungkin merugikan hak-hak dari komunitas-komunitas yang ada di sana.
Saat itu, sebagian besar wilayah Palestina berada di bawah kekuasaan Khilafah Turki Utsmani. Batas-batas yang akan menjadi Palestina telah dibentuk sebagai kepingan dari Persetujuan Sykes-Picot 16 Mei 1916 antara Inggris dan Prancis. Sebagai akhir untuk komitmen dalam deklarasi itu, komunitas Yahudi akan berusaha meyakinkan Amerika Serikat untuk ikut dalam Perang Dunia I.
Itu bukanlah alasan satu-satunya, alasannya sudah usang di Inggris telah ada pinjaman bagi gagasan mengenai ‘tanah air’ Yahudi, dan waktunya tergantung pada kemungkinannya.
Kata-kata Deklarasi ini kemudian digabungkan ke dalam perjanjian hening Sèvres dengan Turki Utsmani dan Mandat untuk Palestina. Deklarasi (surat ketikan yang ditandatangani dengan tinta oleh Balfour) ialah sebagai berikut:
Foreign Office
November 2nd, 1917
Dear Lord Rothschild,
I have much pleasure in conveying to you, on behalf of His Majesty's Government, the following declaration of sympathy with Jewish Zionist aspirations which has been submitted to, and approved by, the Cabinet.
"His Majesty's Government view with favour the establishment in Palestine of a national home for the Jewish people, and will use their best endeavours to facilitate the achievement of this object, it being clearly understood that nothing shall be done which may prejudice the civil and religious rights of existing non-Jewish communities in Palestine, or the rights and political status enjoyed by Jews in any other country."
I should be grateful if you would bring this declaration to the knowledge of the Zionist Federation.
Yours sincerelys,
Arthur James Balfour
Terjemahan
Departemen Luar Negeri
2 November 1917
Lord Rothschild yang terhormat,
Saya sangat bahagia dalam memberikan kepada Anda, atas nama Pemerintahan Sri Baginda, pernyataan simpati terhadap aspirasi Zionis Yahudi yang telah diajukan kepada dan disetujui oleh Kabinet.
"Pemerintahan Sri Baginda memandang positif pendirian di Palestina tanah air untuk orang Yahudi, dan akan memakai perjuangan keras terbaik mereka untuk memudahkan tercapainya tujuan ini, alasannya terang dipahami bahwa tidak ada suatupun yang boleh dilakukan yang sanggup merugikan hak-hak penduduk dan keagamaan dari komunitas-komunitas non-Yahudi yang ada di Palestina, ataupun hak-hak dan status politis yang dimiliki orang Yahudi di negara-negara lainnya ."
Saya sangat berterima kasih jikalau Anda sanggup memberikan deklarasi ini untuk diketahui oleh Federasi Zionis.
Salam,
Arthur James Balfour
CATATAN wacana diskusi-diskusi yang menghasilkan teks simpulan Deklarasi Balfour ini menjelaskan beberapa rincian susunan kata-katanya. Frase "tanah air" secara disengaja dipakai sebagai pengganti "negara", dan Inggris mencurahkan beberapa perjuangan pada dekade-dekad berikutnya untuk menyangkal bahwa mereka memaksudkan pembentukan suatu negara, termasuk Buku Putih Churchill, 1922. Namun demikian, secara pribadi, banyak pejabat Inggris oke dengan interpretasi kaum Zionis bahwa hasil simpulan yang diharapkan memang ialah sebuah negara.
Sebuah naskah awal memakai kata that buat merujuk pada Palestina sebagai tanah air Yahudi, yang diubah menjadi di Palestina untuk menghindari penafsiran bahwa yang dimaksudkan ialah seluruh Palestina. Demikian pula, sebuah naskah awal tak meliputi komitmen untuk tak merugikan hak-hak komunitas non-Yahudi.
Perubahan-perubahan ini terjadi sebagian alasannya desakan Edwin Samuel Montagu, seorang anti-Zionis Yahudi yang besar lengan berkuasa dan Sekretaris Negara untuk India, yang antara lain, prihatin bahwa deklarasi tanpa perubahan-perubahan itu sanggup mengakibatkan kian meningkatnya penganiayaan anti-Semit.
Seperti Persetujuan Sykes-Picot sebelumnya, deklarasi ini dipandang banyak orang Arab sebagai pengkhianatan besar terhadap upaya-upaya Britania Raya dalam mendukung kemerdekaan Arab dalam Korespondensi Hussein-McMahon 1915–1916.
Salah satu tokoh utama Yahudi yang merundingkan pinjaman terhadap deklarasi ini ialah Dr. Chaim Weizmann, jurubicara terkemuka organisasi Zionisme di Britania Raya. Selama pertemuan pertama antara Chaim Weizmann dan Balfour (1906), pemimpin kelompok Persatuan itu terkesan oleh kepribadian Weizman.
Balfour menanyai Weizmann mengapa Palestina — dan hanya Palestina saja — yang diinginkan menjadi basis Zionisme. "Semua daerah yang lain akan menjadi pemberhalaan", Weizmann memprotes, kemudian menambahkan: "Tuan Balfour, andai saya menunjukkan Anda Paris sebagai ganti London, akankah Anda mengambilnya?"
"Namun Dr. Weizmann", Balfour menjawab, "kami mempunyai London", Weizmann menjawab, "Itu benar, namun kami mempunyai Yerusalem dulu ketika London merupakan rawa."
Weizmann ialah kimiawan yang berhasil mensintesiskan aseton melalui fermentasi. Aseton diharapkan dalam menghasilkan cordite, materi pembakar yang diharapkan untuk mendorong peluru-peluru. Jerman memonopoli ramuan aseton kunci, kalsium asetat.
Tanpa kalsium asetat, Britania tak sanggup membuat aseton dan tanpa aseton takkan ada cordite. Jadi, tanpa cordite, Inggris ketika itu mungkin akan kalah dalam Perang Besar.
Saat ditanya bayaran apa yang diinginkan, Weizmann menjawab, "Hanya ada satu hal yang saya inginkan. Tanah air buat orang-orang saya." Ia mendapatkan pembayaran untuk inovasi ini dan tugas dalam sejarah awal Israel.
Dalam wawancaranya pada November 2002 dengan majalah New Statesman, Menteri Luar Negeri Inggris, Jack Straw mempersalahkan penjajahan Inggris masa kemudian atas banyak dilema politik modern, termasuk konflik Arab-Israel.
"Deklarasi Balfour dan jaminan-jaminan yang bertentangan yang diberikan pada orang-orang Palestina secara pribadi, sementara pada ketika yang sama diberikan pula kepada orang-orang Israel, merupakan sejarah yang menarik buat kami, namun bukan sesuatu yang terhormat," katanya.
Referensi:
http://atjehpost.com/m/read/7354/Sejarah-Panjang-Perang-Gaza
https://sejarahasal.blogspot.com//search?q=sejarah-berdiri-negara-palestina" target="_blank">israel-palestina-di-jalur-gaza/
0 Response to "Nih Sejarah Terjadinya Konflik Israel-Palestina Di Gaza"
Posting Komentar