Nih Sejarah Kedatangan Bangsa Portugis Ke Indonesia

Sejarah Kedatangan Bangsa Portugis Ke Indonesia - Bangsa Portugis tiba ke wilayah Nusantara (Indonesia) sebab dorongan ekonomi, agama, dan petualangan. Keberhasilan Vasco da Gama mencapai Kalkuta di pantai barat India pada tahun 1497 telah membuka peluang dan jalan bagi Portugis untuk hingga ke Nusantara. Kalkuta ketika itu menjadi bandar utama sutera, kayu manis, porselen, cengkeh, pala, lada, kemenyan, dan barang dagangan lainnya. Barang-barang yang diperdagangkan tersebut dominan berasal dari para pedagang Malaka.

AWAL PROSES KEDATANGAN BANGSA PORTUGIS KE INDONESIA
Tahun 1487, Bartolomeus Dias mengitari Tanjung Harapan dan memasuki perairan Samudra Hindia. Selanjutnya pada tahun 1498, Vasco da Gama hingga di India. Namun, orang-orang Portugis ini segera mengetahui bahwa barang-barang dagangan yang hendak mereka jual tidak sanggup bersaing di pasaran India yang canggih dengan barang-barang yang mengalir melalui jaringan perdagangan Asia. Karena itu, mereka sadar harus melaksanakan peperangan di maritim untuk mengukuhkan diri.

Alfonso de Albuquerque merupakan panglima angkatan maritim terbesar pada masa itu. Pada tahun 1503 Albuquerque berangkat menuju India, dan pada tahun 1510, beliau menaklukan Goa di Pantai Barat yang kemudian menjadi pangkalan tetap Portugis. Pada waktu itu telah dibangun pangkalan-pangkalan di tempat-tempat yang agak ke barat, yaitu di Ormuzdan Sokotra. Rencananya ialah untuk mendominasi perdagangan maritim di Asia dengan cara membangun pangkalan tetap di tempat-tempat krusial yang sanggup dipakai untuk mengarahkan teknologi militer Portugis yang tinggi. Pada tahun 1510, setelah mengalami banyak pertempuran, penderitaan, dan kekacauan internal, sepertinya Portugis hampir mencapai tujuannya. Sasaran yang paling penting ialah menyerang ujung timur perdagangan Asia di Maluku.
 Kedatangan Bangsa Portugis Ke Indonesia Nih Sejarah Kedatangan Bangsa Portugis Ke Indonesia

Setelah mendengar laporan-laporan pertama dari para pedagang Asia mengenai kekayaan Malaka yang sangat besar, Raja Portugis mengutus Diogo Lopez de Sequiera untuk menekan Malaka, menjalin hubungan persahabatan dengan penguasanya, dan menetap disana sebagai wakil Portugis di sebelah timur India. Tugas Sequiera tersebut mustahil terealisasi seluruhnya ketika beliau tiba di Maluku pada tahun 1509. Pada mulanya beliau disambut dengan baik oleh Sultan Mahmud Syah (1488-1528), tetapi kemudian komunitas dagang internasional yang ada di kota itu meyakinkan Mahmud bahwa Portugis merupakan bahaya besar baginya. Akhirnya, Sultan Mahmud melawan Sequiera, menawan beberapa orang anak buahnya, dan membunuh beberapa yang lain. Ia juga mencoba menyerang empat kapal Portugis, tetapi keempat kapal tersebut berhasil berlayar ke maritim lepas. Seperti yang telah terjadi di tempat-tempat yang lebih ke barat, tampak terang bahwa penaklukan ialah satu-satunya cara yang tersedia bagi Portugis untuk memperkokoh diri.

Pada bulan April 1511, Albuquerque melaksanakan pelayaran dari Goa menuju Malaka dengan kekuatan kira-kira 1200 orang dan 17 buah kapal. Peperangan pecah segera setelah kedatangannya dan berlangsung terus secara sporadis sepanjang bulan Juli hingga awal Agustus. Pihak Malaka terhambat oleh pertikaian antara Sultan Mahmud dan putranya, Sultan Ahmad yang gres saja diserahi kekuasaan atas negara namun dibunuh atas perintah ayahnya.

Malaka alhasil berhasil ditaklukan oleh Portugis. Albuquerque menetap di Malaka hingga bulan November 1511, dan selama itu beliau mempersiapkan pertahanan Malaka untuk menahan setiap serangan jawaban orang-orang Melayu. Dia juga memerintahkan kapal-kapal yang pertama untuk mencari Kepulauan Rempah. Sesudah itu beliau berangkat ke India dengan kapal besar, beliau berhasil meloloskan diri ketika kapal itu tenggelam di lepas pantai Sumatera beserta semua barang rampasan yang dijarah di Malaka.

Setelah satu kapal layar lagi tenggelam, sisa armada itu tiba di Ternate pada tahun itu juga. Dengan susah payah, ekspedisi pertama itu tiba di Ternate dan berhasil mengadakan hubungan dengan Sultan Aby Lais. Sultan Ternate itu berjanji akan menyediakan cengkeh bagi Portugis setiap tahun dengan syarat dibangunnya sebuah benteng di pulau Ternate.

Hubungan dagang yang tetap dirintis oleh Antonio de Abrito. Hubungannya dengan Sultan Ternate yang masih anak-anak, Kacili Abu Hayat, dan pengasuhnya yaitu Kacili Darwis berlangsung sangat baik. Pihak Ternate tanpa ragu mengizinkan De Brito membangun benteng pertama Portugis di Pulau Ternate (Sao Joao Bautista atau Nossa Seighora de Rossario) pada tahun 1522. Penduduk Ternate menggunakan istilah Kastela untuk benteng itu, bahkan kemudian benteng itu lebih dikenal dengan nama benteng Gamalama. Sejak tahun 1522 hingga tahun 1570 terjalin suatu hubungan dagang (cengkih) antara Portugis dan Ternate.

Portugis yang sedang menguasai Malaka, terbukti bahwa mereka tidak menguasai perdagangan Asia yang berpusat disana. Portugis tidak pernah sanggup mencukupi kebutuhannya sendiri dan sangat tergantung kepada para pemasok materi makanan dari Asia menyerupai halnya para penguasa Melayu sebelum mereka di Malaka. Mereka kekurangan dana dan sumber daya manusia. Organisasi mereka ditandai dengan perintah-perintah yang saling tumpang tindih dan membingungkan, ketidakefisienan, dan korupsi. Bahkan gubernur-gubernur mereka di Malaka turut berdagang demi laba pribadi di pelabuhan Malaya, Johor, pajak dan harga barang-barangnya lebih rendah, dan hal tersebut telah merusak monopoli yang seharusnya mereka jaga. Para pedagang Asia mengalihkan sebagian besar perdagangan mereka ke pelabuhan-pelabuhan lain dan menghindari monopoli Portugis yang mudah.

Begitu cepat Portugis tidak lagi menjadi suatu kekuatan yang revolusioner. Keunggulan teknologi mereka yang terdiri atas teknik-teknik pelayaran dan militer berhasil dipelajari dengan cepat oleh saingan-saingan mereka dari Indonesia. Seperti meriam Portugis yang dengan cepat berhasil direbut oleh orang-orang Indonesia. Portugis menjadi suatu potongan dari jaringan konflik di selat Malaka, dimana Johor dan Aceh berlomba-lomba untuk saling mengalahkan Portugis semoga sanggup menguasai Malaka.

Kota Malaka mulai sekarat sebagai pelabuhan dagang selama berada dibawah cengkeraman Portugis. Mereka tidak pernah berhasil memonopoli perdagangan Asia. Portugis hanya memiliki sedikit efek terhadap kebudayaan orang-orang Indonesia yang tinggal di nusantara potongan barat, dan segera menjadi potongan yang absurd di dalam lingkungan Indonesia. Portugis telah mengacaukan secara fundamental organisasi sistem perdagangan Asia. Tidak ada lagi satu pelabuhan sentra dimana kekayaan Asia sanggup saling dipertukarkan, tidak ada lagi negara Malaya yang menjaga ketertiban selat Malaka dan membuatnya kondusif bagi kemudian lintas perdagangan. Sebaliknya komunitas dagang telah menyebar ke beberapa pelabuhan dan pertempuran sengit meletus di Selat.

Segera setelah Malaka ditaklukan, dikirimlah misi penyelidikan yang pertama ke arah timur dibawah pimpinan Francisco Serrao. Pada tahun 1512, kapalnya mengalami kerusakan, tetapi beliau berhasil mencapai Hitu (Ambon sebelah utara). Disana beliau mempertunjukkan keterampilan perang melawan suatu pasukan penyerang yang menciptakan dirinya disukai oleh penguasa setempat. Hal ini mendorong kedua penguasa setempat yang bersaing (Ternate dan Tidore) untuk menjajaki kemungkinan memperoleh pemberian Portugis. Portugis disambut baik di kawasan itu sebab mereka juga sanggup membawa materi pangan dan membeli rempah-rempah. Akan tetapi perdagangan Asia segera bangun kembali, sehingga Portugis tidak pernah sanggup melaksanakan suatu monopoli yang efektif dalam perdagangan rempah-rempah.

Sultan Ternate, Abu Lais (1522) membujuk orang Portugis untuk mendukungnya dan pada tahun 1522, mereka mulai membangun sebuah benteng disana. Sultan Mansur dari Tidore mengambil laba dari kedatangan sisa-sisa ekspedisi pelayaran keliling dunia Magellan di tahun 1521 untuk membentuk suatu komplotan dengan bangsa Spanyol yang tidak menawarkan banyak hasil dalam periode ini.

Hubungan Ternate dan Portugis bermetamorfosis tegang sebab upaya yang lemah Portugis melaksanakan kristenisasi dan sebab sikap orang-orang Portugis yang tidak sopan. Pada tahun 1535, orang-orang Portugis di Ternate menurunkan Raja Tabariji (1523-1535) dari singgasananya dan mengirimnya ke Goa yang dikuasai Portugis. Disana beliau masuk Katolik dan menggunakan nama Dom Manuel, dan setelah dinyatakan tidak terbukti melaksanakan hal-hal yang dituduhkan kepadanya, beliau dikirim kembali ke Ternate untuk menduduki singgasananya lagi. Akan tetapi dalam perjalanannya beliau wafat di Malaka pada tahun 1545. Namun sebelum wafat, beliau menyerahkan Pulau Ambon kepada orang Portugis yang menjadi ayah baptisnya, Jordao de Freitas.

Akhirnya orang-orang Portugis yang membunuh Sultan Ternate, Hairun (1535-1570) pada tahun 1570, diusir dari Ternate pada tahun 1575 setelah terjadi pengepungan selama 5 tahun. Mereka kemudian pindah ke Tidore dan membangun benteng gres pada tahun 1578. Akan tetapi Ambon-lah yang kemudian menjadi sentra utama kegiatan-kegiatan Portugis di Maluku setelah itu. Ternate sementara itu menjadi sebuah negara yang gigih menganut Islam dan anti Portugis dibawah pemerintahan Sultan Baabullah (1570-1583) dan putranya Sultan Said ad-Din Berkat Syah (1584-1606).

Pada waktu itu juga Portugis terlibat perang di Solor. Pada tahun 1562, para pendeta Dominik membangun benteng dari batang kelapa disana. Pada tahun berikutnnya dibakar para penyerang beragama Islam dari Jawa. Namun orang-orang Dominik tetap bertahan dan segera membangun ulang benteng dari materi yang lebih berpengaruh dan mulai melaksanakan kristenisasi pada penduduk lokal.

Pada tahun sesudahnya, muncul serangan-serangan dari Jawa. Masyarakat Solor sendiri pun tidak secara keseluruhan bahagia terhadap orang-orang Portugis dan agama mereka, sehingga seringkali muncul perlawanan. Pada tahun 1598-1599, pemberontakan besar-besaran dari orang Solor memaksa pihak Portugis mengirimkan sebuah armada yang terdiri dari 90 kapal untuk menundukkan para pemberontak itu. Namun Portugis tetap menduduki benteng-benteng mereka di Solor hingga diusir oleh Belanda pada tahun 1613 dan setelah itu Portugis melaksanakan pendudukan kembali pada tahun 1636.

Diantara para petualang Portugis tersebut ada seorang Eropa yang tugasnya memprakarsai suatu perubahan yang tetap di Indonesia Timur. Orang ini berjulukan Francis Xavier (1506-1552) dan Santo Ignaius Loyola yang mendirikan orde Jesuit. Pada tahun 1546-1547, Xavier bekerja di tengah-tengah orang Ambon, Ternate, dan Moro untuk meletakkan dasar-dasar bagi suatu misi yang tetap disana. Pada tahun 1560-an terdapat sekitar 10.000 orang katolik di wilayah itu dan pada tahun 1590-an terdapat 50.000-an orang. Orang-orang Dominik juga cukup sukses mengkristenkan Solor. Pada tahun 1590-an orang-orang Portugis dan penduduk lokal yang beragama Katolik di sana diperkirakan mencapai 25.000 orang.

Referensi:
https://sejarahasal.blogspot.com//search?q=sejarahasal-usul-berdiri-negara
https://sejarahasal.blogspot.com//search?q=sejarahasal-usul-berdiri-negara#.UdGIT_kXFWU
Related Posts