Nih Sejarah Dongeng Riwayat Nabi Ibrahim A.S

Sejarah Kisah Riwayat Nabi Ibrahim A.S - Nabi Ibrahim yakni putera Aaazar {Tarih} bin Tahur bin Saruj bin Rau' bin Falij bin Aaabir bin Syalih bin Arfakhsyad bin Saam bin Nuh a.s. Ia dilahirkan di sebuah daerah berjulukan "Faddam A'ram" dalam kerajaan "Babylon" yang pada waktu itu diperintah oleh seorang raja berjulukan "Namrud bin Kan'aan."

Masa Remaja Nabi Ibrahim
Semasa remajanya Nabi Ibrahim sering disuruh ayahnya keliling kota menjajakan patung-patung buatannya namun sebab doktrin dan tauhid yang telah diilhamkan oleh Tuhan kepadanya ia tidak bersemangat untuk menjajakan barang-barang itu bahkan secara mengejek ia memperlihatkan patung-patung ayahnya kepada calun pembeli dengan kata-kata:” Siapakah yang akan membeli patung-patung yang tidak mempunyai kegunaan ini?”

 bin Falij bin Aaabir bin Syalih bin Arfakhsyad bin Saam bin Nuh a Nih Sejarah Kisah Riwayat Nabi Ibrahim A.S
Riwayat Nabi Ibrahim A.S
Nabi Ibrahim Mencari Tuhan Yang Sebenarnya
Pada masa Nabi Ibrahim, kebanyakan rakyat di Mesopotamia beragama politeisme yaitu menyembah lebih dari satu Tuhan dan menganut paganisme. Dewa Bulan atau Sin merupakan salah satu berhala yang paling penting. Bintang, bulan dan matahari menjadi objek utama penyembahan dan karenanya, astronomi merupakan bidang yang sangat penting. Sewaktu kecil nabi Ibrahim a.s. sering melihat ayahnya membuat patung-patung tersebut, kemudian dia berusaha mencari kebenaran agama yang dianuti oleh keluarganya itu.

Dalam alkitab (kitab kejadian) menceritakan ihwal pencariannya dengan kebenaran. Pada waktu malam yang gelap, dia melihat sebuah bintang (bersinar-sinar), kemudian ia berkata: “Inikah Tuhanku?” Kemudian apabila bintang itu terbenam, ia berkata pula: “Aku tidak suka kepada yang terbenam hilang”. Kemudian apabila dilihatnya bulan terbit (menyinarkan cahayanya), dia berkata: “Inikah Tuhanku?” Maka sesudah bulan itu terbenam, berkatalah dia: “Demi sesungguhnya, bila saya tidak diberikan petunjuk oleh Tuhanku, nescaya menjadilah saya dari kaum yang sesat”. Kemudian apabila dia melihat matahari sedang terbit (menyinarkan cahayanya), berkatalah dia: “Inikah Tuhanku? Ini lebih besar”. Setelah matahari terbenam, dia berkata pula: “Wahai kaumku, sesungguhnya saya berlepas diri (bersih) dari apa yang kau sekutukan (Allah dengannya)”. Inilah daya budi yang dianugerahi kepada dia dalam menolak agama penyembahan langit yang dipercayai kaumnya serta mendapatkan yang kuasa yang sebenarnya.

Nabi Ibrahim Melihat Tanda Kekuasaan Allah
Nabi Ibrahim yang sudah bertekad ingin memerangi kesyirikan dan penyembahan berhala yang berlaku di dalam kaumnya ingin mempertebal doktrin dan keyakinannya lebih dulu, untuk menenteramkan hatinya serta membersihkannya dari keragu-raguan yang mungkin mangganggu pikirannya dengan memohon kepada Allah semoga diperlihatkan kepadanya bagaimana Dia menghidupkan kembali makhluk-makhluk yang sudah mati. Ia memohon kepada Allah: “Ya Tuhanku! Tunjukkanlah kepadaku bagaimana engkau menghidupkan makhluk-makhluk yang sudah mati.” Allah menjawab permohonannya dengan berfirman: Tidakkah engkau beriman dan percaya kepada kekuasaan-Ku?.” Nabi Ibrahim menjawab:”Betul, wahai Tuhanku, saya telah beriman dan percaya kepada-Mu dan kepada kekuasaan-Mu, namun saya ingin sekali melihat itu dengan mata kepala-ku sendiri, semoga saya menerima ketenteraman dan ketenangan hati dan semoga semakin tebal dan kukuh keyakinanku kepada-Mu dan kepada kekuasaan-Mu.”

Allah mengabulkan permohonan Nabi Ibrahim kemudian diperintahkanlah ia menangkap empat ekor burung, kemudian sesudah memperhatikan dan meneliti bagian-bagian badan burung itu, ia memotongnya menjadi berkeping-keping, mencampur-baurkannya, dan kemudian badan burung yang sudah hancur-luluh dan bercampur-baur itu diletakkan di empat puncak bukit yang berbeda dan berjauhan. Setelah dikerjakan apa yang telah diperintahkan oleh Allah itu, diperintahkan-Nya Nabi Ibrahim memanggil burung-burung yang sudah terkoyak tubuhnya dan terpisah jauh setiap potongan tubuhnya itu.

Dengan izin Allah dan kuasa-Nya datanglah berterbangan empat ekor burung itu dalam keadaan utuh dan bernyawa menyerupai sedia kala begitu mendengar seruan dan panggilan Nabi Ibrahim kepadanya. Lalu hinggaplah empat burung yang hidup kembali itu di depannya, dilihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Allah Yang Maha Berkuasa sanggup menghidupkan kembali makhluk-Nya yang sudah mati sebagaimana Dia menciptakannya dari sesuatu yang tidak ada. Dan dengan demikian tercapailah keinginan Nabi Ibrahim untuk menenteramkan hatinya dan menghilangkan kemungkinan ada keraguan di dalam doktrin dan keyakinannya, bahwa kekuasaan dan kehendak Allah tidak ada sesuatu pun di langit atau di bumi yang sanggup menghalangi atau menentangnya, dan hanya kata “Kun Fayakun”, maka terjadilah apa yang Dikehendaki-Nya.

Nabi Ibrahim Berdakwah Kepada Ayah Kandungnya
Aazar, ayah Nabi Ibrahim sama sebagaimana kaumnya yang lain, bertuhan dan menyembah berhala, ia yakni pedagang dari patung-patung yang dibentuk dan dipahatnya sendiri dan dariya orang membeli patung-patung yang dijadikan persembahan. Nabi Ibrahim merasa bahwa kewajiban pertama yang harus ia lakukan sebelum berdakwah kepada orang lain ialah menyadarkan ayah kandungnya dulu orang yang terdekat kepadanya bahwa kepercayaan dan persembahannya kepada berhala-berhala itu yakni perbuatan yang sesat dan bodoh. Ia mencicipi bahawa kebaktian kepada ayahnya mewajibkannya memberi penerangan kepadanya semoga melepaskan kepercayaan yang sesat itu dan mengikutinya beriman kepada Allah Yang Maha Kuasa.

Dengan perilaku yang sopan dan adab yang patut ditunjukkan oleh seorang anak terhadap orang tuanya dan dengan kata-kata yang halus ia tiba kepada ayahnya memberikan bahwa ia diutuskan oleh Allah sebagai nabi dan rasul dan bahwa ia telah diilhamkan dengan pengetahuan dan ilmu yang tidak dimiliki oleh ayahnya. Ia bertanya kepada ayahnya dengan lemah lembut gerangan apakah yang mendorongnya untuk menyembah berhala menyerupai lain-lain kaumnya padahal ia mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak mempunyai kegunaan sedikit pun tidak sanggup mendatangkan laba bagi penyembahnya atau mencegah kerugian atau musibah. Diterangkan pula kepada ayahnya bahwa penyembahan kepada berhala-berhala itu yakni semata-mata aliran setan yang memang menjadi musuh kepada insan semenjak Adam diturunkan ke bumi lagi. Ia berseru kepada ayahnya semoga merenungkan dan memikirkan pesan tersirat dan ajakannya berpaling dari berhala-berhala dan kembali menyembah kepada Allah yang membuat insan dan semua makhluk yang dihidupkan memberi mereka rezeki dan kenikmatan hidup serta menguasakan bumi dengan segala isinya kepada manusia.

Aazar menjadi merah mukanya dan melotot matanya mendengar kata-kata seruan puteranya Nabi Ibrahim yyang ditanggapinya sebagai dosa dan hal yang kurang patut bahwa puteranya telah berani mengecam dan menghina kepercayaan ayahnya bahkan mengajakkannya untuk meninggalkan kepercayaan itu dan menganut kepercayaan dan agama yang ia bawa. Ia tidak menyembunyikan murka dan marahnya tetapi dinyatakannya dalam kata-kata yang garang dan dalam maki namun seperti tidak ada relasi di antara mereka. Ia berkata kepada Nabi Ibrahim dengan nada gusar: “Hai Ibrahim! Berpalingkah engkau dari kepercayaan dan persembahanku ? Dan kepercayaan apakah yang engkau berikan kepadaku yang menganjurkan semoga saya mengikutinya? Janganlah engkau membangkitkan amarahku dan cuba mendurhakaiku. Jika engkau tidak menghentikan penyelewenganmu dari agama ayahmu tidak engkau hentikan usahamu mengecam dan memburuk-burukkan persembahanku, maka keluarlah engkau dari rumahku ini. Aku tidak sudi bercampur denganmu didalam suatu rumah di bawah suatu atap. Pergilah engkau dari mukaku sebelum saya menimpamu dengan watu dan mencelakakan engkau.”

Nabi Ibrahim mendapatkan kemarahan ayahnya, pengusirannya dan kata-kata kasarnya dengan perilaku tenang, normal selaku anak terhadap ayah seraya berkata: “Wahai ayahku! Semoga engkau selamat, saya akan tetap memohonkan ampun bagimu dari Allah dan akan tinggalkan kau dengan persembahan selain kepada Allah. Mudah-mudahan saya tidak menjadi orang yang celaka dan malang dengan doaku untukmu.” Lalu keluarlah Nabi Ibrahim meninggalkan rumah ayahnya dalam keadaan duka sebab gagal mengangkatkan ayahnya dari lembah syirik dan kafir.

Nabi Ibrahim Menghancurkan Berhala
Kegagalan Nabi Ibrahim dalam usahanya menyadarkan ayahnya yang tersesat itu sangat menusuk hatinya kerana ia sebagai putera yang baik ingin sekali melihat ayahnya berada dalam jalan yang benar terangkat dari lembah kesesatan dan syirik namun ia sedar bahwa hidayah itu yakni di tangan Allah dan bagaimana pun ia ingin dengan sepenuh hatinya semoga ayahnya mendpt hidayah ,bila belum dikehendaki oleh Allah maka sia-sialah keinginan dan usahanya. Penolakan ayahnya terhadap dakwahnya dengan cara yang garang dan kejam itu tidak sedikit pun memengaruhi ketetapan hatinya dan melemahkan semangatnya untuk berjalan terus memberi penerangan kepada kaumnya untuk menyapu higienis persembahan-persembahan yang bathil dan kepercayaan-kepercayaan yang bertentangan dengan tauhid dan doktrin kepada Allah dan Rasul-Nya.

Nabi Ibrahim tidak henti-henti dalam setiap kesempatan mengajak kaumnya berdialog dan bermujadalah ihwal kepercayaan yang mereka anuti dan aliran yang ia bawa. Dan ternyata bahawa apabila mereka sudah tidak berdaya menolak dan menyanggah alasan-alasan dan dalil-dalil yang dikemukakan oleh Nabi Ibrahim ihwal kebenaran ajarannya dan kebatilan kepercayaan mereka maka dalil dan alasan yang usanglah yang mereka kemukakan iaitu bahwa mereka hanya meneruskan apa yang bapa-bapa dan nenek moyang mereka lakukan semenjak bebuyutan dan sesekali mereka tidak akan melepaskan kepercayaan dan agama yang telah mereka warisi.

Nabi Ibrahim pada alhasil merasa tidak bermanfaat lagi untuk berdebat dan bermujadalah dengan kaumnya yang keras kepala dan yang tidak mahu mendapatkan keterangan dan bukti-bukti positif yang dikemukakan oleh dia dan selalu berpegang pada satu-satunya alasan bahawa mereka tidak akan menyimpang daripada cara persembahan nenek moyang mereka, walaupun telah Nabi Ibrahim menasihati mereka berkali-kali bahawa mereka dan bapa-bapa mereka keliru dan tersesat mengikuti jejak syaitan dan iblis. Nabi Ibrahim kemudian merancang akan membuktikan kepada kaumnya dengan perbuatan yang positif yang sanggup mereka lihat dengan mata kepala mereka sendiri bahwa berhala-berhala dan patung-patung mereka betul-betul tidak mempunyai kegunaan bagi mereka dan bahkan tidak sanggup menyelamatkan dirinya sendiri.

Adalah sudah menjadi tradisi dan kebiasaan penduduk kerajaan Babilonia bahwa setiap tahun mereka keluar kota beramai-ramai pada suatu hari raya yang mereka anggap sebagai keramat. Berhari-hari mereka tinggal di luar kota di suatu padang terbuka, berkhemah dengan membawa bekalan masakan dan minuman yang cukup. Mereka bersuka ria dan bersenang-senang sambil meninggalkan kota-kota mereka kosong dan sunyi. Mereka berseru dan mengajak semua penduduk semoga keluar meninggalkan rumah dan turut beramai -ramai menghormati hari-hari suci itu. Nabi Ibrahim yang juga turut diajak turut serta berlagak berpura-pura sakit dan diizinkanlah ia tinggal di rumah apalagi mereka merasa khuatir bahwa penyakit Nabi Ibrahim yang dibuat-buat itu akan menular dan menjalar di kalangan mereka bila ia turut serta.

“Inilah dia kesempatan yang ku nantikan.” kata hati Nabi Ibrahim tatkala melihat kota sudah kosong dari penduduknya, sunyi senyap tidak terdengar kecuali bunyi burung-burung yang berkicau, bunyi daun-daun pohon yang gemerisik ditiup angin kencang. Dengan membawa sebuah kapak ditangannya ia pergi menuju daerah beribadatan kaumnya yang sudah ditinggalkan tanpa penjaga, tanpa juru kunci dan hanya formasi patung-patung yang terlihat diserambi daerah peribadatan itu. Sambil menunjuk kepada semahan bunga-bunga dan masakan yang berada di setiap kaki patung berkata Nabi Ibrahim, mengejek:”Mengapa kau tidak makan masakan yang enak yang disajikan bagi kau ini? Jawablah saya dan berkata-katalah kamu.” Kemudian disepak, ditamparlah patung-patung itu dan dihancurkannya berpotong-potong dengan kapak yang berada di tangannya. Patung yang besar ditinggalkannya utuh, tidak diganggu yang pada lehernya dikalungkanlah kapak Nabi Ibrahim itu.

Terperanjat dan terkejutlah para penduduk, tatkala pulang dari berpesta ria di luar kota dan melihat keadaan patung-patung, tuhan-tuhan mereka hancur awut-awutan dan menjadi potongan-potongan terserak-serak di atas lantai. Bertanyalah satu kepada yang lain dengan nada hairan dan takjub: “Gerangan siapakah yang telah berani melaksanakan perbuatan yang jahat dan keji ini terhadap tuhan-tuhan persembahan mrk ini?” Berkata salah seorang di antara mrk:”Ada kemungkinan bahwa orang yang selalu mengolok-olok dan mengejek persembahan kami yang berjulukan Ibrahim itulah yang melaksanakan perbuatan yang berani ini.” Seorang yang lain menambah keterangan dengan berkata:”Bahkan dialah yang niscaya berbuat, sebab ia yakni satu-satunya orang yang tinggal di kota sewaktu kami semua berada di luar merayakan hari suci dan keramat itu.” Selidik punya selidik, alhasil terdpt kepastian yyang tidak diragukan lagi bahwa Ibrahimlah yang merusakkan dan memusnahkan patung-patung itu. Rakyat kota beramai-ramai membicarakan kejadian yang dianggap suatu kejadian atau penghinaan yang tidak dpt diampuni terhadap kepercayaan dan persembahan mrk. Suara marah, jengkel dan kutukan terdengar dari segala penjuru, yang menuntut semoga si pelaku diminta bertanggungjawab dalam suatu pengadilan terbuka, di mana seluruh rakyat penduduk kota sanggup turut serta menyaksikannya.

Dan memang itulah yang dibutuhkan oleh Nabi Ibrahim semoga pengadilannya dilakukan secara terbuka di mana semua warga masyarakat sanggup turut menyaksikannya. Karena dengan cara demikian dia sanggup secara terselubung berdakwah menyerang kepercayaan mrk yang bathil dan sesat itu, seraya menerangkan kebenaran agama dan kepercayaan yang ia bawa, kalau di antara yang hadir ada yang masih boleh dibutuhkan terbuka hatinya bagi doktrin dari tauhid yang ia ajarkan dan dakwahkan. Hari pengadilan ditentukan dan tiba rakyat dari segala pelosok berduyung-duyung mengujungi padang terbuka yang disediakan bagi sidang pengadilan itu.

Ketika Nabi Ibrahim tiba menghadap Raja Namrudz yang akan mengadili ia disambut oleh para hadirin dengan teriakan kutukan dan cercaan, menunjukan sangat gusarnya para penyembah berhala terhadap dia yang telah berani menghancurkan persembahan mrk. Ditanyalah Nabi Ibrahim oleh Raja Namrud:”Apakah engkau yang melaksanakan penghancuran dan merusakkan tuhan-tuhan kami?” Dengan hening dan perilaku dingin, Nabi Ibrahim menjawab:”Patung besar yang berkalungkan kapak di lehernya itulah yang melakukannya. Cuba tanya saja kepada patung-patung itu siapakah yang menghancurkannya.” Raja Namrudpun melamun sejenak. Kemudian dia berkata:” Engkaukan tahu bahwa patung-patung itu tidak sanggup bercakap dan berkata mengapa engkau minta kami bertanya kepadanya?” Tibalah masanya yang memang ditunggu oleh Nabi Ibrahim, maka sebagai jawapan atas pertanyaan yang terakhir itu dia berpidato membentangkan kebathilan persembahan mereka, yang mereka pertahankan mati-matian, semata-mata hanya sebab adat itu yakni warisan nenek-moyang. Berkata Nabi Ibrahim kepada Raja Namrud itu:”Jika demikian halnya, mengapa kau sembah patung-patung itu, yang tidak sanggup berkata, tidak sanggup melihat dan tidak sanggup mendengar, tidak sanggup membawa manfaat atau menolak mudharat, bahkan tidak sanggup menolong dirinya dari kehancuran dan kebinasaan? Alangkah bodohnya kau dengan kepercayaan dan persembahan kau itu! Tidakkah sanggup kau berfikir dengan budi yang sihat bahwa persembahan kau yakni perbuatan yang keliru yang hanya difahami oleh syaitan. Mengapa kau tidak menyembah Tuhan yang membuat kamu, membuat alam sekeliling kau dan menguasakan kau di atas bumi dengan segala isi dan kekayaan. Alangkah hina dinanya kau dengan persembahan kau itu.”

Setelah selesai Nabi Ibrahim menguraikan pidatonya itu, Raja Namrud mencetuskan keputusan bahawa Nabi Ibrahim harus dibakar hidup-hidup sebagai ganjaran atas perbuatannya menghina dan menghancurkan tuhan-tuhan mrk, maka berserulah para hakim kepada rakyat yang hadir menyaksikan pengadilan itu:”Bakarlah ia dan belalah tuhan-tuhanmu, bila kau benar-benar setia kepadanya.”

Nabi Ibrahim di Bakar Hidup-hidup
Keputusan mahkamah telah dijatuhkan. Nabi Ibrahim harus dieksekusi dengan aben hidup-hidup dalam api yang besar sebesar dosa yang telah dilakukan. Persiapan bagi upacara pembakaran yang akan disaksikan oleh seluruh rakyat sedang diaturkan. Tanah lapang bagi daerah pembakaran disediakan dan diadakan pengumpulan kayu bakar dengan banyaknya dimana tiap penduduk secara gotong-royong harus mengambil bahagian membawa kayu bakar sebanyak yang ia sanggup sebagai tanda bakti kepada tuhan-tuhan persembahan mrk yang telah dihancurkan oleh Nabi Ibrahim.

Berduyun-duyunlah para penduduk dari segala penjuru kota membawa kayu bakar sebagai sumbangan dan tanda bakti kepada yang kuasa mereka. Di antara terdapat para perempuan yang hamil dan orang yang sakit yang membawa sumbangan kayu bakarnya dengan keinginan memperolehi barakah dari tuhan-tuhan mereka dengan menyembuhkan penyakit mereka atau melindungi yang hamil di kala ia bersalin. Setelah terkumpul kayu bakar di lapangan yang disediakan untuk upacara pembakaran dan tertumpuk serta tersusun laksana sebuah bukit, berduyun-duyunlah orang tiba untuk menyaksikan pelaksanaan sanksi atas diri Nabi Ibrahim. Kayu kemudian dibakar dan terbentuklah gunung berapi yang dahsyat yang sedang berterbangan di atasnya berjatuhan terbakar oleh panasnya wap yang ditimbulkan oleh api yang menggunung itu. Kemudian dalam keadaan terbelenggu, Nabi Ibrahim diangkat ke atas sebuah gedung yang tinggi kemudian dilemparkan ia kedalam tumpukan kayu yang menyala-nyala itu dengan iringan firman Allah:”Hai api, menjadilah engkau hambar dan keselamatan bagi Ibrahim.”

Sejak keputusan sanksi dijatuhkan hingga dikala ia dilemparkan ke dalam bukit api yang menyala-nyala itu, Nabi Ibrahim tetap memperlihatkan perilaku hening dan tawakkal sebab doktrin dan keyakinannya bahwa Allah tidak akan rela melepaskan hamba pesuruhnya menjadi masakan api dan kurban keganasan orang-orang kafir musuh Allah. Dan memang demikianlah apa yang terjadi tatkala ia berada dalam perut bukit api yang dahsyat itu ia merasa hambar sesuai dengan seruan Allah Pelindungnya dan hanya tali temali dan rantai yang mengikat tangan dan kakinya yang terbakar hangus, sedang badan dan pakaian yang terlekat pada tubuhnya tetap utuh, tidak sedikit pun tersentuh oleh api, hal mana merupakan suatu mukjizat yang diberikan oleh Allah kepada hamba pilihannya, Nabi Ibrahim, semoga sanggup melanjutkan penyampaian risalah yang ditugaskan kepadanya kepada hamba-hamba Allah yang tersesat itu.

Orang ramai tercengang dengan keajaiban ini dan mula mempersoalkan kepercayaan kepada Raja Namrud. Malah anak perempuan Raja Namrud sendiri iaitu Puteri Razia mula mempercayai agama yang dibawa oleh beliau. Lalu Puteri itupun mengaku di hadapan khalayak ramai bahawa yang kuasa nabi Ibrahim a.s. yakni yang kuasa yang sebenarnya. Ini telah menaikkan kemarahan dia yang mengarahkan tenteranya untuk membunuh puterinya itu. Puteri itupun meluru ke arah api yang besar itu kemudian berkata “Tuhan Nabi Ibrahim selamatkanlah aku”. Puteri Razia pun turut terselamat dari terbakar dan dalam api yang membara itu kedengaran dia mengucap kalimah syahadah. Tindakan derhaka puterinya menjadikan hati Raja Namrud semakin membara. Sebaik sahaja puteri Razia keluar dari api tersebut dia serta tenteranya telah mengejarnya kedalam hutan. Ini memberi peluang kepada Nabi Ibrahim serta adik tirinya Sarah, bapanya Azaar serta anak saudaranya Nabi Luth untuk melarikan diri. Raja Namrud dan tenteranya puas mencari Puteri Razia tetapi puteri itu telah hilang. Selepas sekian lama, merekapun pulang dan mendapati bahawa Nabi Ibrahim turut terlepas. Setelah kejadian ini, Raja Namrud kian gelisah kerana rakyatnya mula hilang kepercayaan dengan kekuasaannya. Oleh itu, dia berazam pula untuk membunuh Tuhan nabi Ibrahim.

Mukjizat yang diberikan oleh Allah s.w.t. kepada Nabi Ibrahim sebagai bukti positif akan kebenaran dakwahnya, telah menjadikan kegoncangan dalam kepercayaan sebahagian penduduk terhadap persembahan dan patung-patung mrk dan membuka mata hati banyak daripada mereka untuk memikirkan kembali seruan Nabi Ibrahim dan dakwahnya, bahkan tidak kurang daripada mereka yang ingin menyatakan imannya kepada Nabi Ibrahim, namun khuatir akan menerima kesukaran dalam penghidupannya akhir kemarahan dan balas dendam para pemuka dan para pembesarnya yang mungkin akan menjadi hilang budi bila mencicipi bahwa pengaruhnya telah beralih ke pihak Nabi Ibrahim.

Para Istri Nabi Ibrahim
Ketika Sarah ditawan Fir’aun untuk dijadikan selir, Allah memberikan pemberian kepada Sarah sehingga Fir’aun merasa takut, dan gagal menjadikan Sarah sebagai selirnya. Karena gagal menjadikan Sarah sebagai selir, Fir’aun hendak menjadikan Sarah sebagai budak Hajar. Namun, pada alhasil Hajar pun dihadiahkan kepada Ibrahim sesudah sebelumnya Sarah diserahkan kepadanya. Menurut kitab Qishashul Anbiya karya Ibnu Katsir, Hajar yakni seorang putri bangsa Qibthi (Mesir).

Masih dalam buku berjudul Qishashul Anbiya, disebutkan bahwa istri Ibrahim yang populer hanya dua, sementara masih ada dua lainnya yang kurang terkenal. Daftar lengkapnya adalah:
• Sarah
• Hajar
• Qanthura
• Hajun
Dari Qanthura binti Yaqthan lahir enam orang anak, yakni Madyan, Zamran, Saraj, Yaqsyan, Nasyaq, dan yang keenam belum sempat diberi nama. Dari Hajun binti Amin lahir lima orang anak, yakni Kisan, Sauraj, Amim, Luthan, dan Nafis.

Referensi:
http://duniabaca.com/kisah-nabi-ibrahim-a-s-lengkap.html
http://harmoni-my.org/arkib/kisahnabi/index.htm#page=kisahnabiibrahimas.htm
Related Posts