Nih Sejarah Dongeng Hidup Nabi Nuh As

Nuh (Ibrani: נוֹחַ, Nūḥ; Tiberias: נֹחַ; Arab: نوح) (sekitar 3993-3043 SM) ialah seorang rasul yang diceritakan dalam Taurat, Alkitab, dan Al-Quran. Nuh diangkat menjadi nabi sekitar tahun 3650 SM. Diperkirakan ia tinggal di wilayah Selatan Irak modern. Namanya disebutkan sebanyak 58 kali dalam 48 ayat dalam 9 buku Injil Terjemahan Baru dan 43 kali dalam Al-Quran.

Nabi Nuh a.s ialah nabi keempat setelah Adam, Syith dan Idris dan keturunan kesembilan dari Nabi Adam. Ayahnya ialah Lamik bin Metusyalih bin Idris.

Berlalulah beberapa tahun dari final hidup Nabi Adam. Bunga-bunga berguguran di sekitar kuburannya dan pohon-pohon dan batu-batuan tampak tidak bergairah. Banyak hal berubah di muka bumi. Dan sesuai dengan aturan umum, terjadilah kealpaan terhadap wasiat Nabi Adam. Kesalahan yang dahulu kembali terulang. Kesalahan dalam bentuk kelupaan, meskipun kali ini terulang secara berbeza.

 ialah seorang rasul yang diceritakan dalam Taurat Nih Sejarah Kisah Hidup Nabi NUH AS
Kisah Hidup Nabi NUH AS
Sebelum lahirnya kaum Nabi Nuh, telah hidup lima orang saleh dari datuk-datuk kaum Nabi Nuh. Mereka hidup selama beberapa zaman kemudian mereka mati. Nama-nama mereka ialah Wadd, Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan Nasr. Setelah final hidup mereka, orang-orang membuat patung-patung dari mereka, dalam rangka menghormati mereka dan sebagai peringatan terhadap mereka. Kemudian berlalulah waktu, kemudian orang-orang yang memahat patung itu mati. Lalu datanglah bawah umur mereka, kemudian bawah umur itu mati, dan datanglah cucu- cucu mereka. Kemudian timbullah banyak sekali dongeng dan khurafat yang membelenggu nalar insan di mana disebutkan bahawa patung-patung itu mempunyai kekuatan khusus.

Di sinilah iblis memanfaatkan kesempatan, dan ia membisikkan kepada insan bahawa berhala-berhala tersebut ialah Tuhan yang sanggup mendatangkan manfaat dan menolak ancaman sehingga kesudahannya insan menyembah berhala-berhala itu. Kami tidak mengetahui sumber yang terpecaya berkenaan dengan bagaimana bentuk kehidupan ketika penyembahan terhadap berhala dimulai di bumi, namun kami mengetahui aturan umum yang tidak pernah berubah ketika insan mulai cenderung kepada syirik. Dalam situasi menyerupai itu, kejahatan akan memenuhi bumi dan nalar insan akan kalah, serta akan meningkatnya kelaliman dan banyaknya orang-orang yang teraniaya. Yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Alhasil, kehidupan insan semuanya akan menjelma neraka Jahim. Situasi demikian ini niscaya terjadi ketika insan menyembah selain Allah SWT, baik yang disembah itu berhala dari batu, anak sapi dari emas, penguasa dari manusia, sistem dari banyak sekali sistem, mazhab dari banyak sekali mazhab, atau kuburan seorang wali. Sebab satu-satunya yang menjamin persamaan di antara insan adalah, dikala mereka hanya menyembah Allah SWT dan dikala Dia diakui sebagai Pencipta mereka dan yang membuat undang-undang bagi mereka. Tetapi dikala jaminan ini hilang kemudian ada seorang yang mengklaim, atau ada sistem yang mengklaim mempunyai wewenang ketuhanan maka insan akan binasa dan akan hilanglah kebebasan mereka sepenuhnya.

Penyembahan kepada selain Allah SWT bukan hanya sebagai sebuah bencana yang sanggup menghilangkan kebebasan, namun imbas buruknya sanggup merembet ke nalar insan dan sanggup mengotorinya. Sebab, Allah SWT membuat insan biar sanggup mengenal-Nya dan menimbulkan akalnya sebagai permata yang bertujuan untuk memperoleh ilmu. Dan ilmu yang paling penting ialah kesadaran bahawa Allah SWT semata sebagai Pencipta, dan selain-Nya ialah makhluk. Ini ialah poin penting dan dasar pertama yang harus ada sehingga insan sukses sebagai khalifah di muka bumi.

Ketika nalar insan kehilangan potensinya dan berpaling ke selain Allah SWT maka insan akan tertimpa kesalahan. Terkadang seseorang mengalami kemajuan secara materi kerana ia berhasil melalui jalan-jalan kemajuan, meskipun ia tidak beriman kepada Allah SWT, namun kemajuan materi ini yang tidak disertai dengan pengenalan kepada Allah SWT akan menjadi siksa yang lebih keras daripada siksaan apa pun, kerana ia pada kesudahannya akan menghancurkan insan itu sendiri. Ketika insan menyembah selain Allah SWT maka akan meningkatlah penderitaan kehidupan dan kefakiran manusia. Terdapat korelasi berpengaruh antara kehinaan insan dan kefakiran mereka, serta tidak berimannya mereka kepada Allah. Allah SWT berfirman:

"Seandainya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. " (QS. al-A'raf: 96)

Demikianlah, bahawa kufur kepada Allah SWT atau syirik kepada-Nya akan menimbulkan hilangnya kebebasan dan hancurnya nalar serta meningkatnya kefakiran, serta kosongnya kehidupan dari tujuan yang mulia. Dalam situasi menyerupai ini, Allah SWT mengutus Nuh untuk membawa ajaran-Nya kepada kaumnya. Nabi Nuh ialah seorang hamba yang akalnya tidak terpengaruh oleh polusi kolektif, yang menyembah selain Allah SWT. Allah SWT menentukan hamba-Nya Nuh dan mengutusnya di tengah-tengah kaumnya.

Nuh membuat revolusi pemikiran. Ia berada di puncak kemuliaan dan kecerdasan. Ia merupakan insan terbesar di zamannya. Ia bukan seorang raja di tengah-tengah kaumnya, bukan penguasa mereka, dan bukan juga orang yang paling kaya di antara mereka. Kita mengetahui bahawa kebesaran tidak selalu bekerjasama dengan kerajaan, kekayaan, dan kekuasaan. Tiga hal tersebut biasanya dimiliki oleh jiwa-jiwa yang hina. Namun kebesaran terletak pada kebersihan hati, kesucian nurani, dan kemampuan nalar untuk mengubah kehidupan di sekitarnya. Nabi Nuh mempunyai semua itu, bahkan lebih dari itu. Nabi Nuh ialah insan yang mengingat dengan baik perjanjian Allah SWT dengan Nabi Adam dan anak-anaknya, ketika Dia membuat mereka di alam atom. Berdasarkan fitrah, ia beriman kepada Allah SWT sebelum pengutusannya pada manusia. Dan semua nabi beriman kepada Allah SWT sebelum mereka diutus. Di antara mereka ada yang "mencari" Allah SWT menyerupai Nabi Ibrahim, ada juga di antara mereka yang beriman kepada-Nya dari lubuk hati yang paling dalam, menyerupai Nabi Musa, dan di antara mereka juga ada yang beribadah kepada-Nya dan menyendiri di gua Hira, menyerupai Nabi Muhammad saw.

Terdapat alasannya ialah lain berkenaan dengan kebesaran Nabi Nuh. Ketika ia bangun, tidur, makan, minum, atau mengenakan pakaian, masuk atau keluar, ia selalu bersyukur kepada Allah SWT dan memuji-Nya, serta mengingat nikmat-Nya dan selalu bersyukur kepada-Nya. Oleh kerana itu, Allah SWT berkata perihal Nuh:

"Sesungguhnya beliau ialah hamba (Allah) yang banyak bersyukur." (QS. al-Isra': 3)

Allah SWT menentukan hamba-Nya yang bersyukur dan mengutusnya sebagai nabi pada kaumnya. Nabi Nuh keluar menuju kaumnya dan memulai dakwahnya:

"Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya (kalau kau tidak menyembah Allah), saya takut kau akan ditimpa azab hari yang besar. " (QS. al-A'raf: 59)

Dengan kalimat yang singkat tersebut, Nabi Nuh meletakkan hakikat ketuhanan kepada kaumnya dan hakikat hari kebangkitan. Di sana hanya ada satu Pencipta yang berhak disembah. Di sana terdapat kematian, kemudian kebangkitan kemudian hari kiamat. Hari yang besar yang di dalamnya terdapat siksaan yang besar.

Nabi Nuh menjelaskan kepada kaumnya bahawa tidak mungkin terdapat selain Allah Yang Maha Esa sebagai Pencipta. Ia memperlihatkan pengertian kepada mereka, bahawa setan telah usang menipu mereka dan telah tiba waktunya untuk menghentikan tipuan ini. Nuh memberikan kepada mereka, bahawa Allah SWT telah memuliakan manusia: Dia telah membuat mereka, memberi mereka rezeki, dan menganugerahi nalar kepada mereka. Manusia mendengarkan dakwahnya dengan penuh kekhusukan. Dakwah Nabi Nuh cukup mengguncangkan jiwa mereka. Laksana tembok yang akan roboh yang dikala itu di situ ada seorang yang tertidur dan engkau meng-goyang tubuhnya biar ia bangun. Barangkali ia akan takut dan ia murka meskipun engkau bertujuan untuk menyelamatkannya.

Akar-akar kejahatan yang ada di bumi mendengar dan mencicipi ketakutan. Pilar-pilar kebencian terancam dengan cinta ini yang dibawa oleh Nabi Nuh. Setelah mendengar dakwah Nabi Nuh, kaumnya terpecah menjadi dua kelompok: Kelompok orang-orang lemah, orang-orang fakir, dan orang-orang yang menderita, di mana mereka merasa dilindungi dengan dakwah Nabi Nuh, sedangkan kelompok yang kedua ialah kelompok orang-orang kaya, orang-orang kuat, dan para penguasa di mana mereka menghadapi dakwah Nabi Nuh dengan penuh keraguan. Bahkan ketika mereka mempunyai kesempatan, mereka mulai melancarkan serangan untuk melawan Nabi Nuh. Mula-mula mereka menuduh bahawa Nabi Nuh ialah insan biasa menyerupai mereka:

"Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: 'Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang insan (biasa) menyerupai kami.'" (QS. Hud: 27)

Dalam tafsir al-Quturbi disebutkan: "Masyarakat yang menentang dakwahnya ialah para pembesar dari kaumnya. Mereka dikatakan al- Mala' kerana mereka seringkali berkata. Misalnya mereka berkata kepada Nabi Nuh: "Wahai Nuh, engkau ialah insan biasa." Padahal Nabi Nuh juga menyampaikan bahawa ia memang insan biasa. Allah SWT mengutus seorang rasul dari insan ke bumi kerana bumi dihuni oleh manusia. Seandainya bumi dihuni oleh para malaikat nescaya Allah SWT mengutus seorang rasul dari malaikat.

Berlanjutlah peperangan antara orang-orang kafir dan Nabi Nuh. Mula- mula, rezim penguasa menganggap bahawa dakwah Nabi Nuh akan mati dengan sendirinya, namun ketika mereka melihat bahawa dakwahnya menarik perhatian orang-orang fakir, orang-orang lemah, dan pekerja- pekerja sederhana, mereka mulai menyerang Nabi Nuh dari sisi ini. Mereka menyerangnya melalui pengikutnya dan mereka berkata kepadanya: "Tiada yang mengikutimu selain orang-orang fakir dan orang- orang lemah serta orang-orang hina."

Allah SWT berfirman:

"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, (dia berkata): 'Sesungguhnya saya ialah pemberi peringatan yang aktual bagi kamu, biar kau tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya saya khawatir kau akan ditimpa azab (pada) hari yang sangat menyedihkan. Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: 'Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang insan (biasa) menyerupai kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikutimu, melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kau mempunyai sesuatu kelebihan apa pun atas kami, bahkan kami yakin bahawa kau ialah orang-orang yang berdusta. " (QS. Hud: 25-27)

Demikianlah telah berkecamuk pertarungan antara Nabi Nuh dan para darah biru dari kaumnya. Orang-orang yang kafir itu memakai dalih persamaan dan mereka berkata kepada Nabi Nuh: "Dengarkan wahai Nuh, bila engkau ingin kami beriman kepadamu maka usirlah orang-orang yang beriman kepadamu. Sesungguhnya mereka itu orang-orang yang lemah dan orang-orang yang fakir, sementara kami ialah kaum darah biru dan orang-orang kaya di antara mereka. Dan tidak mungkin engkau menggabungkan kami bersama mereka dalam satu dakwah (majelis)." Nabi Nuh mendengarkan apa yang dikatakan oleh orang-orang kafir dari kaumnya. la mengetahui bahawa mereka menentang. Meskipun demikian, ia menjawabnya dengan baik. Ia memberitahukan kepada kaumnya bahawa ia tidak sanggup mengusir orang-orang mukmin, kerana mereka bukanlah tamu-tamunya namun mereka ialah tamu-tamu Allah SWT. Rahmat bukan terletak dalam rumahnya di mana masuk di dalamnya orang-orang yang dikehendakinya dan terusir darinya orang-orang yang dikehendakinya, tetapi rahmat terletak dalam rumah Allah SWT di mana Dia mendapatkan siapa saja yang dikehendaki-Nya di dalamnya. Allah SWT berfirman:

"Berkata Nuh: 'Hai kaumku, bagaimana pikiranmu, bila saya mempunyai bukti yang aktual dari Tuhanku, dan diberinya saya rahmat dari sisi-Nya, tetapi rahmat itu disamarkan bagimu. Apa akan kami paksakankah kau menerimanya, padahal kau tidak menyukainya? Dan (dia berkata): 'Hai kaumku, saya tidak meminta harta benda kepada kau (sebagai upah) bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Allah dan saya sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya mereka akan bertemu dengan Tuhannya, akan tetapi saya memandangmu suatu kaum yang tidak mengetahui.' Dan (dia berkata): 'Hai kaumku, siapakah yang sanggup menolongku dari (azab) Allah bila saya mengusir mereka. Maka tidakkan kau mengambil pelajaran?' Dan saya tidak menyampaikan kepada kau (bahawa): 'Aku mempunyai gudang-gudang rezeki dan kekayaan dari Allah, dan saya tidak mengetahui hal yang ghaib, dan tidak pula saya mengatakan: 'Sesungguhnya saya ialah malaikat,' dan tidak juga saya menyampaikan kepada orang-orang yang dipandang hina oleh penglihatanmu: 'Sekali-kali Allah tidak akan mendatangkan kebaikan kepada mereka. Allah lebih mengetahui apa yang ada pada mereka. Sesungguhnya saya kalau begitu benar-benar termasuk orang-orang yang lalim.'" (QS. Hud: 28-31)

Nuh mematahkan semua argumentasi orang-orang kafir dengan logik para nabi yang mulia. Yaitu, logik pemikiran yang sunyi dari kesombongan peribadi dan kepentingan-kepentingan khusus. Nabi Nuh berkata kepada mereka bahawa Allah SWT telah memberinya agama, kenabian, dan rahmat. Sedangkan mereka tidak melihat apa yang diberikan Allah SWT kepadanya. Selanjutnya, ia tidak memaksakan mereka untuk mempercayai apa yang disampaikannya dikala mereka membenci. Kalimat tauhid (tiada Tuhan selain Allah) tidak sanggup dipaksakan atas seseorang. Ia memberitahukan kepada mereka bahawa ia tidak meminta imbalan dari mereka atas dakwahnya. Ia tidak meminta harta dari mereka sehingga memberatkan mereka. Sesungguhnya ia hanya mengharapkan pahala (imbalan) dari Allah SWT. Allahlah yang memberi pahala kepadanya. Nabi Nuh menandakan kepada mereka bahawa ia tidak sanggup mengusir orang-orang yang beriman kepada Allah SWT. Meskipun sebagai Nabi, ia mempunyai keterbatasan dan keterbatasan itu ialah tidak diberikannya hak baginya untuk mengusir orang-orang yang beriman kerana dua alasan. bahawa mereka akan bertemu dengan Alllah SWT dalam keadaan beriman kepada-Nya, maka bagaimana ia akan mengusir orang yang beriman kepada Allah SWT, kemudian seandainya ia mengusir mereka, maka mereka akan menentangnya di hadapan Allah SWT. Ini berakibat pada pemberian pahala dari Allah SWT atas keimanan mereka dan balasan-Nya atas siapa pun yang mengusir mereka. Maka siapakah yang sanggup menolong Nabi Nuh dari siksa Allah SWT seandainya ia mengusir mereka?

Demikianlah Nabi Nuh memperlihatkan bahawa permintaan kaumnya biar ia mengusir orang-orang mukmin ialah tindakan ndeso dari mereka. Nabi Nuh kembali menyatakan bahawa ia tidak sanggup melaksanakan sesuatu yang di luar wewenangnya, dan ia memberitahu mereka akan kerendahannya dan kepatuhannya kepada Allah SWT. Ia tidak sanggup melaksanakan sesuatu yang merupakan bahagian dari kekuasaan Allah SWT, yaitu pemberian nikmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya. Ia tidak mengetahui ilmu ghaib, kerana ilmu ghaib hanya khusus dimiliki oleh Allah SWT. Ia juga memberitahukan kepada mereka bahawa ia bukan seorang raja, yakni kedudukannya bukan menyerupai kedudukan para malaikat. Sebahagian ulama berargumentasi dari ayat ini bahawa para malaikat lebih utama dari pada para nabi (silakan melihat tafsir Qurthubi).

Nabi Nuh berkata kepada mereka: "Sesungguhnya orang-orang yang kalian pandang sebelah mata, dan kalian hina dari orang-orang mukmin yang kalian remehkan itu, sesungguhnya pahala mereka itu tidak sirna dan tidak berkurang dengan adanya penghinaan kalian terhadap mereka. Sungguh Allah SWT lebih tahu terhadap apa yang ada dalam diri mereka. Dialah yang membalas amal mereka. Sungguh saya telah menganiaya diriku sendiri seandainya saya menyampaikan bahawa Allah tidak memperlihatkan kebaikan kepada mereka."

Kemudian rezim penguasa mulai bosan dengan debat ini yang disampaikan oleh Nabi Nuh. Allah SWT menceritakan perilaku mereka terhadap Nabi Nuh dalam flrman-Nya:

"Mereka berkata: 'Hai Nuh, sesungguhnya kau telah berbantah dengan kami, dan kau telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang kau ancamkan kepada kami, bila kau termasuk orang-orang yang benar.' Nuh menjawab: 'Hanyalah Allah yang akan mendatangkan azab itu kepadamu bila Dia menghendaki, dan kau sekali-kali tidak sanggup melepaskan diri. Dan tidaklah bermanfaat kepadamu nasihatku bila saya hendak memberi pesan yang tersirat kepada kamu, sekiranya Allah hendak menyesatkan kamu. Dia ialah Tuhanmu, dan kepada-Nyalah kau dikembalikan. " (QS. Hud: 32-34)

Nabi Nuh menambahkan bahawa mereka tersesat dari jalan Allah SWT. Allahlah yang menjadi alasannya ialah terjadinya segala sesuatu, namun mereka memperoleh kesesatan disebabkan oleh ikhtiar mereka dan kebebasan mereka serta keinginan mereka. Dahulu iblis berkata:

"Kerana Engkau telah menghukum saya tersesat..." (QS. al-A'raf: 16)

Secara zahir tampak bahawa makna ungkapan itu berarti Allahlah yang menyesatkannya, padahal hakikatnya ialah bahawa Allah SWT telah memberinya kebebasan dan kemudian Dia akan meminta pertanggungjawapannya. Kita tidak sependapat dengan pandangan al- Qadhariyah, al-Mu'tazilah, dan Imamiyah. Mereka beropini bahawa keinginan insan cukup sebagai kekuatan untuk melaksanakan perbuatannya, baik berupa ketaatan maupun kemaksiatan. kerana bagi mereka, insan ialah pencipta perbuatannya. Dalam hal itu, ia tidak membutuhkan Tuhannya. Kami tidak mengambil pendapat mereka secara mutlak. Kami beropini bahawa insan memang membuat perbuatannya namun ia membutuhkan dukungan Tuhannya dalam melakukannya.

Alhasil, Allah SWT mengerahkan setiap makhluk sesuai dengan arah penciptaannya, baik pengarahann itu menuju kebaikan atau keburukan. Ini termasuk kebebasan sepenuhnya. Manusia menentukan dengan kebebasannya kemudian Allah SWT mengerahkan jalan menuju pilihannya itu. Iblis menentukan jalan kesesatan maka Allah SWT mengarahkan jalan kesesatan itu padanya, sedangkan orang-orang kafir dari kaum Nabi Nuh menentukan jalan yang sama maka Allah pun mengarahkan jalan itu pada mereka.

Peperangan pun berlanjut, dan perdebatan antara orang-orang kafir dan Nabi Nuh semakin melebar, sehingga ketika argumentasi-argumentasi mereka terpatahkan dan mereka tidak sanggup menyampaikan sesuatu yang pantas, mereka mulai keluar dari batas-batas budbahasa dan berani mengejek Nabi Allah.

"Pemuka-pemuka dari kaumnya berkata: 'Sesungguhnya kami memandang kau berada dalam kesesatan yang nyata." (QS. al-A'raf: 60)

Nabi Nuh menjawab dengan memakai sopan-santun para nabi yang agung.

"Nuh menjawab: 'Hai kaumku, tak ada padaku kesesatan sedikit pun tetapi saya ialah utusan dari Tuhan semesta alam. Aku sampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku dan saya memberi pesan yang tersirat kepadamu, dan saya mengetahui dari Allah apa yang tidak kau ketahui." (QS. al-A'raf: 61-62)

Nabi Nuh tetap melanjutkan dakwah di tengah-tengah kaumnya, waktu demi waktu, hari demi hari, dan tahun demi tahun. Berlalulah masa yang panjang itu, namun Nabi Nuh tetap mengajak kaumnya. Nabi Nuh berdakwah kepada mereka siang malam, dengan sembunyi-sembunyi dan terang-terangan, bahkan ia pun memperlihatkan contoh-contoh pada mereka. Ia menjelaskan kepada mereka gejala kebesaran Allah SWT dan kekuasaan-Nya di dunia. Namun setiap kali ia mengajak mereka untuk menyembah Allah SWT, mereka lari darinya, dan setiap kali ia mengajak mereka biar Allah SWT mengampuni mereka, mereka meletakkan jari-jari mereka di telinga-telinga mereka dan mereka menampakkan kesombongan di depan kebenaran. Allah SWT menceritakan apa yang dialami oleh Nabi Nuh dalam firman-Nya:

"Nuh berkata: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya saya telah menyeru kaumku malam dan siang, maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran). Dan sesungguhnya setiap kali saya menyeru mereka biar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (ke mukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan keterlaluan. Kemudian sesungguhnya saya telah menyeru mereka dengan cara yang terang-terangan, kemudian saya menyeru mereka lagi dengan terang-terangan dan dengan diam-diam, maka saya katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu. Sesungguhnya Dia ialah Maha Pengampun. Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak- anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.'" (QS. Nuh: 5-12)

Namun apa jawapan kaumnya?

"Nuh berkata: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku, dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka. Mereka telah melaksanakan tipu-daya yang amat besar. Dan mereka berkata: 'Janganlah sekali-kali kau meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kau dan jangan pula sekali-kali meninggalkan (penyembahan) wadd, suwa, yaghuts, yauq, dan nasr. Dan sesudahnya mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia); dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang lalim itu selain kesesatan,'" (QS. Nuh: 21-24)

Nuh tetap melanjutkan dakwah di tengah-tengah kaumnya selama 950 tahun. Allah SWT berfirman:

"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. " (QS. Ankabut: 14)

Sayangnya, jumlah kaum mukmin tidak bertambah sedangkan jumlah kaum kafir justru bertambah. Nabi Nuh sangat sedih namun ia tidak hingga kehilangan harapan. la senantiasa mengajak kaumnya dan berdebat dengan mereka. Namun kaumnya selalu menghadapinya dengan kesombongan, kekufuran, dan penentangan. Nabi Nuh sangat bersedih terhadap kaumnya namun ia tidak hingga berputus asa. la tetap menjaga keinginan selama 950 tahun. Tampak bahawa usia insan sebelum datangnya taufan cukup panjang. Dan barangkali usia panjang bagi Nabi Nuh merupakan mukjizat khusus baginya.

Datanglah hari di mana Allah SWT mewahyukan kepada Nabi Nuh bahawa orang-orang yang beriman dari kaumnya tidak akan bertambah lagi. Allah SWT mewahyukan kepadanya biar ia tidak bersedih atas tindakan mereka. Maka pada dikala itu, Nabi Nuh berdoa biar orang-orang kafir dihancurkan. la berkata:

"Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang- orang kafir itu tinggal di atas bumi." (QS. Nuh: 26)

Nabi Nuh membenarkan doanya dengan alasan:

"Sesungguhnya bila Engkau biarkan mereka tinggal, nescaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat dan kafir. " (QS. Nuh: 27)

Allah SWT berfirman dalam surah Hud:

"Dan diwahyukan kepada Nuh, bahawasannya sekali-kali tidak akan beriman di antara kaummu, kecuali orang-orang yang telah beriman saja, kerana itu janganlah kau bersedih hati perihal apa yang selalu mereka kerjakan. Dan buatlah perahu itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah kau bicarakan dengan Aku perihal orang-orang yang lalim itu. Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan. (QS. Hud: 36-37)

Kemudian Allah SWT memutuskan hukum-Nya atas orang-orang kafir, yaitu datangnya angin taufan. Allah SWT memberitahu Nuh, bahawa ia akan membuat perahu ini dengan "pengawasan Kami dan wahyu kami," yakni dengan ilmu Allah SWT dan pengajaran-Nya, serta sesuai dengan pengarahan-Nya dan dukungan para malaikat.

Allah SWT memutuskan perintah-Nya kepada Nuh:

"Dan janganlah kau bicarakan dengan Aku perihal orang-orang yang lalim itu. Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan. (QS. Hud: 37)

Allah SWT menenggelamkan orang-orang yang lalim, apa pun kedudukan mereka dan apa pun kedekatan mereka dengan Nabi. Allah SWT melarang Nabi-Nya untuk berdialog dengan mereka atau menengahi urusan mereka. Nabi Nuh mulai menanam pohon untuk membuat perahu darinya. Ia menunggu beberapa tahun, kemudian ia memotong apa yang ditanamnya dan mulai merakitnya. Akhirnya, jadilah perahu yang besar, yang tinggi, dan kuat.

Para mufasir berbeza pendapat perihal besarnya perahu itu, bentuknya, masa pembuatannya, daerah pembuatannya dan lain-lain. Berkenaan dengan hal tersebut Fakhrur Razi berkata: "Ketahuilah bahawa pembahasan ini tidak menarik bagiku kerana ia merupakan hal-hal yang tidak perlu diketahuinya. Saya kira mengetahui hal tersebut hanya mendatangkan manfaat yang sedikit." Mudah-mudahan Allah SWT merahmati Fakhrur Razi yang menyatakan kebenaran dengan kalimatnya itu. Kita tidak mengetahui hakikat perahu ini, kecuali apa yang telah Allah SWT ceritakan kepada kita perihal hal itu. Misalnya, kita tidak mengetahui dimana ia dibuat, berapa panjangnya atau lebarnya, dan kita secara niscaya tidak mengetahui selain daerah yang ditujunya setelah ia berlabuh.

Allah SWT tidak memperlihatkan keterangan secara detail berkenaan dengan hal tersebut yang tidak memperlihatkan kepentingan pada kandungan kisah dan tujuannya yang penting. Nabi Nuh mulai membangun perahu, kemudian orang-orang kafir lewat di depannya dikala ia dalam keadaan serius membuat perahu. Saat itu, cuaca atau udara sangat kering, dan di sana tidak terdapat sungai atau bahari yang dekat. Bagaimana perahu ini akan berlayar wahai Nuh? Apakah ia akan berlayar di atas tanah? Di manakah air yang memungkinkan bagi perahumu untuk belayar? Sungguh Nuh telah gila! Orang-orang kafir semakin tertawa terbahak-bahak dan semakin mengejek Nabi Nuh.

Puncak kontradiksi dalam kisah Nabi Nuh tampak dalam masa ini. Kebatilan mengejek kebenaran dan cukup usang menertawakan kebenaran. Mereka menganggap bahawa dunia ialah milik mereka dan bahawa mereka akan selalu mendapatkan keamanan dan bahawa siksa tidak akan terjadi. Namun anggapan mereka itu tidak terbukti. Datangnya angin taufan menjungkirbalikkan semua asumsi mereka. Saat itu, orang-orang mukmin mengejek balik orang-orang kafir dan olok-olokan mereka ialah kebenaran. Allah SWT berfirman:

"Dan mulailah Nuh membuat perahu itu. Dan setiap kali pemimpin kaumnya berjalan metewati Nuh, mereka mengejeknya. Berkatalah Nuh: 'Jika kau mengejek kami, maka sesungguhnya kami (pun) akan mengejekmu sebagaimana kau sekalian mengejek kami. Kelak kau akan mengetahui siapa yang akan ditimpa oleh azab yang menghinakan dan yang akan ditimpa azab yang kekal." (QS. Hud: 38- 39)

Selesailah pembuatan perahu dan duduk menunggu perintah Allah SWT. Allah SWT mewahyukan kepada Nabi Nuh bahawa bila ada yang mempunyai dapur, maka ini sebagai tanda dimulainya angin taufan. Di sebutkan bahawa tafsiran dari at-Tannur ialah panggangan (alat untuk memanggang roti) yang ada di dalam rumah Nabi Nuh. Jika keluar darinya air dan ia lari maka itu merupakan perintah bagi Nabi Nuh untuk bergerak. Maka pada suatu hari tannur itu mulai memperlihatkan tanda- tandanya dari dalam rumah Nabi Nuh, kemudian Nabi Nuh segera membuka perahunya dan mengajak orang-orang mukmin untuk menaikinya. Jibril turun ke bumi. Nabi Nuh membawa burung, hewan buas, hewan yang berpasang-pasangan, sapi, gajah, semut, dan lain-lain. Dalam perahu itu, Nabi Nuh telah membuat sangkar hewan buas.

Jibril menggiring setiap dua hewan yang berpasangan biar setiap spesies hewan tidak punah dari muka bumi. Ini berarti bahawa angin taufan telah menenggelamkan bumi semuanya, kalau tidak demikian maka buat apa ia harus mengangkut jenis binatang-binatang itu. Binatang-binatang mulai menaiki perahu itu beserta orang-orang yang beriman dari kaumnya. Jumlah orang-orang mukmin sangat sedikit. Allah SWT berfirman:

"Hingga apabila perintah Kami tiba dan tannur telah memancarkan air, Kami berfirman: 'Muatkanlah ke dalam perahu itu dari masing- masing hewan sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu kecuali orang yang terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkanlah pula) orang-orang yang beriman.' Dan tidak beriman bersama Nuh itu kecuali sedikit. " (QS. Hud: 40)

Istri Nabi Nuh tidak beriman kepadanya sehingga ia tidak ikut menaiki perahu, dan salah satu anaknya menyembunyikan kekafirannya dengan menampakkan keimanan di depan Nabi Nuh, dan ia pun tidak ikut menaikinya. Mayoritas insan dikala itu tidak beriman sehingga mereka tidak turut berlayar. Hanya orang-orang mukmin yang mengarungi lautan bersamanya. Ibnu Abbas berkata: "Terdapat delapan puluh orang dari kaum Nabi Nuh yang beriman kepadanya."

Air mulai meninggi yang keluar dari celah-celah bumi. Tiada satu celah pun di bumi kecuali keluar air darinya. Sementara dari langit turunlah hujan yang sangat deras yang belum pernah turun hujan dengan curah menyerupai itu di bumi, dan tidak akan ada hujan menyerupai itu sesudahnya. Lautan semakin bergolak dan ombaknya menerpa apa saja dan menyapu bumi. Perut bumi bergerak dengan gerakan yang tidak masuk akal sehingga bola bumi untuk pertama kalinya karam dalam air sehingga ia menjadi bola air. Allah SWT berfirman:

"Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah. Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air maka bertemulah air-air itu untuk satu urusan yang sungguh telah ditetapkan. Dan Kami angkut Nuh ke atas (bahtera) yang terbuat dari papan dan paku. (QS. al-Qamar: 11-13)

Air meninggi di atas kepala manusia, dan ia melampaui ketinggian pohon, bahkan puncak gunung. Akhirnya, permukaan bumi diselimuti dengan air. Ketika mula-mula tiba taufan, Nabi Nuh memanggil-manggil puteranya. puteranya itu berdiri agak jauh darinya. Nabi Nuh memanggilnya dan berkata:

"Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kau berada bersama orang-orang yang kafir." (QS. Hud: 42)

Anak itu menjawab permintaan ayahnya:

"Aku akan mencari proteksi ke gunung yang sanggup memeliharaku dari air bah." (QS. Hud: 43)

Nabi Nuh kembali menyerunya:

"Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain orang yang dirahmati-Nya." (QS. Hud: 43)

Selesailah obrolan antara Nabi Nuh dan anaknya.

"Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan. " (QS. Hud: 43)

Perhatikanlah ungkapan AI-Qur'an al-Karim: Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya. Ombak tiba-tiba mengakhiri obrolan mereka. Nabi Nuh mencari, namun ia tidak mendapati anaknya. Ia tidak menemukan selain gunung ombak yang semakin meninggi dan meninggi bersama perahu itu. Nabi Nuh ddak sanggup melihat segala sesuatu selain air. Allah SWT berkehendak - sebagai rahmat dari-Nya - untuk menenggelamkan si anak jauh dari penglihatan si ayah. Inilah kasih sayang Allah SWT terhadap si ayah. Anak Nabi Nuh menerka bahawa gunung akan mencegahnya dari kejaran air namun ia pun terkejar dan tenggelam. Angin taufan terus berlanjut dan terus membawa perahu Nabi Nuh. Setelah berlalu beberapa saat, pemandangan tertuju kepada bumi yang telah musnah sehingga tiada kehidupan kecuali sebahagian kayu yang darinya Nabi Nuh membuat perahu di mana ia menyelamatkan orang-orang mukmin, begitu juga banyak sekali hewan yang ikut bersama mereka. Adalah hal yang sulit bagi kita untuk membayangkan kedahsyatan taufan itu. Yang jelas, ia memperlihatkan kekuasaan Pencipta. Perahu itu berlayar dengan mereka dalam ombak yang laksana gunung. Sebahagian ilmuwan meyakini bahawa terpisahnya beberapa benua dan terbentuknya bumi dalam rupa menyerupai kini ialah sebagai akhir dari taufan yang dahulu.

taufan yang dialami oleh Nabi Nuh terus berlanjut dalam beberapa zaman di mana kita tidak sanggup mengetahui batasnya. Kemudian datanglah perintah Ilahi biar langit menghentikan hujannya dan biar bumi tetap damai dan menelan air itu, dan biar kayu-kayu perahu berlabuh di al-Judi, yaitu nama suatu daerah di zaman dahulu. Ada yang menyampaikan bahawa ia ialah gunung yang terletak di Irak. Dengan datangnya perintah Ilahi, bumi kembali menjadi damai dan air menjadi surut. taufan telah menyucikan bumi dan membasuhnya. Allah SWT berfirman:

"Dan difirmankan: 'Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah,' dan air pun disurutkan, perintah pun diselesaikan dan perahu itu pun berlabuh di atas bukitjudi. Dan dikatakan: 'Binasalah orang-orang yang lalim. " (QS. Hud: 44)

Dan air pun disurutkan, yakni air berkurang dan kembali ke celah-celah bumi. Segala urusan telah diputuskan dan orang-orang kafir telah hancur sepenuhnya. Dikatakan bahawa Allah SWT me-mandulkan rahim-rahim perempuan selama empat puluh tahun sebelum datangnya taufan, kerana itu tidak ada yang terbunuh seorang anak bayi atau anak kecil.

Firman-Nya: Dan perahu itu pun berlabuh di atas bukit judi, yakni ia berlabuh di atasnya. Di sebutkan bahawa hari itu bertepatan dengan hari Asyura' (hari kesepuluh dari bulan Muharam). Lalu Nabi Nuh berpuasa dan memerintahkan orang-orang yang bersamanya untuk berpuasa juga.

Dikatakan: 'Binasalah orang-orang yang lalim, 'yakni kehancuran bagi mereka. taufan menyucikan bumi dari mereka dan membersihkannya. Lenyaplah insiden yang mengerikan dengan lenyapnya taufan. Dan berpindahlah pergulatan dari ombak ke jiwa Nabi Nuh. Ia mengingat anaknya yang tenggelam. Nabi Nuh tidak mengetahui dikala itu bahawa anaknya menjadi kafir. Ia menganggap bahawa anaknya sebagai seorang mukmin yang menentukan untuk menyelamatkan diri dengan cara berlindung kepada gunung. Namun ombak telah mengakhiri percakapan keduanya sebelum mereka menyelesaikannya. Nabi Nuh tidak mengetahui seberapa jauh bahagian keimanan yang ada pada anaknya. Lalu bergeraklah naluri kasih sayang dalam hati sang ayah. Allah SWT berfirman:

"Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya akad Engkau itulah yang benar. Dan Engkau ialah Hakim yang seadil- adilnya. " (QS. Hud: 45)

Nuh ingin berkata kepada Allah SWT bahwa anaknya termasuk dari keluarganya yang beriman dan Dia menjanjikan untuk menyelamatkan keluarganya yang beriman. Allah SWT berkata dan menjelaskan kepada Nuh keadaan bahwasanya yang ada pada anaknya:

"Hai Nuh, sesungguhnya beliau bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan). Sesungguhnya perbuatannya tidak baik. Sebab itu, janganlah kau memohon kepada-Ku sesuatu yang kau tidak mengetahui (hakikatnya). Aku memperingatkan kepa- damu supaya kau jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan.'" (QS. Hud: 46)

Al-Qurthubi berkata - menukil dari guru-gurunya dari kalangan ulama - ini ialah pendapat yang kami dukung: "Anaknya berada di sisinya (yakni bersama Nabi Nuh dan dalam dugaannya ia seorang mukmin). Nabi Nuh tidak berkata kepada Tuhannya: "Sesungguhnya anakku termasuk keluargaku," kecuali kerana ia memang menampakkan hal yang demikian kepadanya. Sebab, tidak mungkin ia meminta kehancuran orang-orang kafir kemudian ia meminta biar sebahagian mereka diselamatkan."

Anaknya menyembunyikan kekufuran dan menampakkan keimanan. Lalu Allah SWT memberitahukan kepada Nuh ilmu ghaib yang khusus dimiliki- Nya. Yakni Allah SWT memberitahunya keadaan bahwasanya dari anaknya. Allah SWT ketika menasihatinya biar jangan hingga ia menjadi orang-orang yang tidak mengerti. Dia ingin menghilangkan darinya anggapan bahawa anaknya beriman kemudian mati bersama orang-orang kafir.

Di sana terdapat pelajaran penting yang terkandung dalam ayat-ayat yang mulia itu, yang menceritakan kisah Nabi Nuh bersama anaknya. Allah SWT ingin berkata kepada Nabi-Nya yang mulia bahawa anaknya bukan termasuk keluarganya kerana ia tidak beriman kepada Allah SWT. Hubungan darah bukanlah korelasi hakiki di antara manusia. Anak seorang nabi ialah anaknya yang meyakini akidah, yaitu mengikuti Allah SWT dan nabi, dan bukan anaknya yang menentangnya, meskipun berasal dari sulbinya. Jika demikian seorang mukmin harus menghindar dari kekufuran. Dan di sini juga harus di teguhkan korelasi sesama kepercayaan di antara orang-orang mukmin. Adalah tidak benar bila korelasi sesama mereka dibangun menurut darah, iras, warna kulit, atau daerah tinggal.

Nabi Nuh memohon ampun kepada Tuhannya dan bertaubat kepada-Nya. Kemudian Allah SWT merahmatinya dan memerintahkannya untuk turun dari perahu dalam keadaan dipenuhi dengan keberkahan dari Allah SWT dan penjagaan-Nya:

"Nuh berkata: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya saya berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu yang saya tiada mengetahui (hakikatnya). Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, nescaya saya akan termasuk orang-orang yang rugi. " (QS. Hud: 47)

Difirmankan: "'Hai Nuh, turunlah dengan selamat dan penuh keberkatan dari Kami atasmu dan atas umat-umat (yang beriman) dari orang-orang yang bersamamu.'" (QS. Hud: 48)


Nabi Nuh turun dari perahunya dan ia melepaskan burung-burung dan binatang-binatang buas sehingga mereka menyebar ke bumi. Setelah itu, orang-orang mukmin juga turun. Nabi Nuh meletakkan dahinya ke atas tanah dan bersujud. Saat itu bumi masih lembap kerana imbas taufan. Nabi Nuh berdiri setelah solatnya dan menggali pondasi untuk membangun daerah ibadah yang agung bagi Allah SWT. Orang-orang yang selamat menyalakan api dan duduk-duduk di sekelilingnya. Menyalakan api sebelumnya di larang di dalam perahu kerana dikhuatirkan api akan menyentuh kayu-kayunya dan membakarnya. Tak seorang pun di antara mereka yang memakan masakan yang hangat selama masa taufan.

Referensi:
http://harmoni-my.org/arkib/kisahnabi/index.htm#page=kisahnabinuhas.htm
https://sejarahasal.blogspot.com//search?q=kisah-nabi-nuh-as-lengkap

0 Response to "Nih Sejarah Dongeng Hidup Nabi Nuh As"

Posting Komentar