Nih Sejarah Awal Atau Asal Bangun Ka'bah
Sejarah Awal Atau Asal Berdiri Ka'bah - Ka'bah adalah bangunan suci Muslimin yang terletak di kota Mekah didalam Masjidil Haram. Ia merupakan bangunan yang dijadikan patokan arah kiblat atau arah shalat bagi umat Islam diseluruh dunia. Selain itu, merupakan bangunan yang wajib dikunjungi atau diziarahi pada dikala demam isu haji dan umrah.
Awalnya, Mekkah hanyalah sebuah hamparan kosong. Sejauh mata memandang pasir bergumul di tengah terik menyengat. Aliran zamzamlah yang pertama kali mengubah wilayah gersang itu menjadi sebuah komunitas kecil tempat dimulainya peradaban gres dunia Islam.
Bangunan persegi berjulukan Ka'bah didaulat menjadi sentra dari kota itu sekaligus sentra ibadah seluruh umat Islam. Mengunjunginya yakni salah satu dari rukun Islam, Ibadah Haji.
Ka'bah masih tetap berdiri kokoh hingga dikala ini dan diperkirakan masih terus berdiri hingga kiamat menjelang. Beberapa generasi pernah menjadi saksi berdirinya Ka'bah hingga banyak sekali kemelut menyelimutinya.
Adalah Ismail, putra Nabi Ibrahim dan Siti Hajar, yang kaki mungilnya pertama kali menyentuh sumber mata air zamzam. Akibat inovasi mata air infinit ini, Siti Hajar dan Ismail yang kala itu ditinggal oleh Ibrahim ke Kanaan di tengah padang, tiba-tiba kedatangan banyak musafir. Beberapa tetapkan untuk tinggal, beberapa lagi beranjak.
Ibrahim tiba dan kemudian mendapat wahyu untuk mendirikan Ka'bah di kota kecil tersebut. Ka'bah sendiri berarti tempat dengan penghormatan dan prestise tertinggi.
Ka'bah yang didirikan Ibrahim terletak persis di tempat Ka'bah usang yang didirikan Nabi Adam hancur tertimpa banjir bandang pada zaman Nabi Nuh. Adam yakni Nabi yang pertama kali mendirikan Ka'bah
Tercatat, 1500 SM yakni merupakan tahun pertama Ka'bah kembali didirikan. Berdua dengan putranya yang taat, Ismail, Ibrahim membangun Ka'bah dari bebatuan bukit Hira, Qubays, dan tempat-tempat lainnya.
Bangunan mereka semakin tinggi dari hari ke hari, dan kemudian selesai dengan panjang 30-31 hasta, lebarnya 20 hasta. Bangunan awal tanpa atap, hanyalah empat tembok persegi dengan dua pintu.
Celah di salah satu sisi bangunan diisi oleh kerikil hitam besar yang dikenal dengan nama Hajar Aswad. Batu ini tersimpan di bukit Qubays dikala banjir besar melanda pada masa Nabi Nuh.
Batu ini istimewa, alasannya diberikan oleh Malaikat Jibril. Hingga dikala ini, jutaan umat Muslim dunia mencium kerikil ini ketika berhaji, sebuah lelaku yang dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad.
Selesai dibangun, Allah memerintahkan Ibrahim untuk menyeru umat insan berziarah ke Ka'bah yang didaulat sebagai Rumah Tuhan. Dari sinilah, awal mula haji, ibadah akbar umat Islam di seluruh dunia.
Karena tidak beratap dan bertembok rendah, sekitar dua meter, barang-barang berharga di dalamnya sering dicuri. Bangsa Quraisy yang memegang kendali atas Mekkah ribuan tahun sesudah maut Ibrahim berinisiatif untuk merenovasinya. Untuk melaksanakan hal ini, terlebih dahulu bangunan awal harus dirubuhkan.
Al-Walid bin Al-Mughirah Al-Makhzumy yakni orang yang pertama kali merobohkan Ka'bah untuk membangunnya menjadi bangunan yang baru.
Pada zaman Nabi Muhammad, renovasi juga pernah dilakukan pasca banjir besar melanda. Perselisihan muncul di antara keluarga-keluarga kaum Quraisy mengenai siapakah yang pantas memasukkan Hajar Aswad ke tempatnya di Ka'bah.
Rasulullah berperan besar dalam hal ini. Dalam sebuah kisah yang terkenal, Rasulullah meminta keempat suku untuk mengangkat Hajar Aswad secara bersama dengan memakai secarik kain. Ide ini berhasil menghindarkan perpecahan dan pertumpahan darah di kalangan bangsa Arab.
Renovasi terbesar dilakukan pada tahun 692. Sebelum renovasi, Ka'bah terletak di ruang sempit terbuka di tengah sebuah mesjid yang kini dikenal dengan Masjidil Haram. Pada tamat tahun 700-an, tiang kayu mesjid diganti dengan marmer dan sayap-sayap mesjid diperluas, ditambah dengan beberapa menara. Renovasi dirasa perlu, menyusul semakin berkembangnya Islam dan semakin banyaknya jemaah haji dari seluruh jaziran Arab dan sekitarnya.
Wajah Masjidil Haram modern dimulai dikala renovasi tahun 1570 pada kepemimpinan Sultan Selim. Arsitektur tahun inilah yang kemudian dipertahankan oleh kerajaan Arab Saudi hingga dikala ini.
Pada penyatuan Arab Saudi tahun 1932, negara ini didaulat menjadi Pelindung Tempat Suci dan Raja Abdul Aziz yakni raja pertama yang menyandang gelar Penjaga Dua Mesjid Suci, Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.
Pada pemerintahannya, Masjidil Haram diperluas hingga sanggup memuat kapasitas 48.000 jemaah, sementara Masjid Nabawi diperluas hingga sanggup memuat 17.000 jemaah.
Pada pemerintahan Raja Fahd tahun 1982, kapasitas Masjidil Haram diperluas hingga memuat satu juta jemaah. Renovasi ketiga selesai pada tahun 2005 dengan pemanis beberapa menara. Pada renovasi ketiga ini, sebanyak 500 tiang marmer didirikan, 18 gerbang pemanis juga dibuat. Selain itu, banyak sekali perangkat modern, menyerupai pendingin udara, eskalator dan sistem drainase juga ditambahkan.
Saat ini, pada masa kepemimpinan Raja Abdullah bin Abdul-Aziz, renovasi keempat tengah dilakukan hingga tahun 2020. Rencananya, Masjidil Haram akan diperluas hingga 35 persen, dengan kapasitas luar mesjid sanggup menampung 800.000 hingga 1.120.000 jemaah. Jika rampung, kepingan dalam Masjidil Haram akan sanggup menampung hingga dua juta jemaah.
Banjir Ka'bah
Bencana alam yang mungkin sering terjadi di wilayah Mekkah yakni banjir. Terbesar tentu saja pada masa banjir bandang Nabi Nuh. Kala itu seluruh bangunan Ka'bah runtuh. Banjir juga terjadi beberapa kali di masa Nabi Muhammad. Sepeninggalnya, pada masa Khalifah Umar bin Khattab, banjir merusak dinding-dinding Ka'bah.
Salah satu banjir yang sempat terdokumentasikan yakni banjir besar pada tahun 1941. Dalam gambar yang dipublikasikan secara luas, terlihat kepingan dalam Masjidil Haram terendam banjir hingga hampir setengah tinggi Ka'bah.
Di beberapa tempat bahkan mencapai leher orang dewasa. Banjir-banjir inilah yang kemudian menciptakan beberapa tiang mesjid yang terbuat dari kayu menjadi lapuk dan rapuh. Kerajaan Saudi terpaksa harus melaksanakan perbaikan beberapa kali untuk mengatasi hal ini.
Banjir sering terjadi di Mekkah karena letak geografis kota tersebut yang diapit beberapa bukit. Hal ini menjadikan Mekkah berada di dataran rendah yang letaknya menyerupai mangkuk. Air hujan tidak sanggup dapat gampang diserap oleh tanah, mengingat lahan Timur Tengah yang tandus. Alhasil banjir bisa berlangsung selama beberapa lama. Ditambah lagi, sistem drainase kala itu tidak sebaik sekarang.
Selain banjir, banyak sekali insiden pertumpahan darah tercatat pernah mewarnai sejarah Masjidil Haram. Mulai dari zaman sebelum Nabi Muhammad lahir hingga ke zaman modern di masa ke 20. Beberapa insiden tersebut diakhiri dengan kemenangan para penguasa Ka'bah.
Serangan Gajah
Serangan terhadap Ka'bah yang paling populer terjadi pada tahun 571 Masehi, tahun kelahiran Nabi Muhammad. Kala itu, sebanyak 60.000 pasukan gajah yang dipimpin oleh Gubernur Yaman, Abrahah, berencana menyerbu Mekkah dan menghancurkan Ka'bah.
Negara Yaman yakni salah satu negara Katolik besar kala itu. Sebuah gereja besar yang indah didirikan pada pemerintahan Raja Yaman, Habshah. Gereja tersebut berjulukan Qullais. Abrahah sebagai pembina gereja bersumpah akan memalingkan pemujaan warga Arab dari Ka'bah di Mekkah ke gerejanya di Yaman.
Alkisah, mendengar hal ini, seorang Arab dari qabilah Bani Faqim bin Addiy tersinggung kemudian masuk ke dalam gereja dan membuang hajat di dalamnya. Abrahah murka luar biasa dan bersumpah akan meruntuhkan Ka'bah. Berangkatlah ia beserta tentara terkuatnya, menunggang 60.000 ekor gajah.
Tidak ada satupun kekuatan kabilah Arab Saudi yang bisa menandingi kekuatan puluhan ribu tentara gajah tersebut. Berdasarkan komando dari kakek Muhammad, Abdul Mutalib, para penduduk Mekkah mengungsi ke puncak-puncak bukit di sekeliling Ka'bah. Berangkatlah rombongan tentara Abrahah menuju Ka'bah, hendak menghancurkan bangunan mulia tersebut.
Menurut kisah, laju tentara gajah terhenti akhir serangan dari ribuan burung Ababil. Burung-burung ini membawa tiga butir kerikil panas di kedua kakinya dan paruhnya. Dilepaskannya batu-batu tersebut di atas tentara gajah. Batu yang konon berasal dari neraka itu menembus daging para tentara dan gajah-gajah mereka. Sebuah tafsir menyampaikan burung-burung itu membawa penyakit cacar yang menimbulkan para tentara Abrahah tewas akhir jerawat yang sangat panas.
Inilah sebabnya, tahun penyerangan tentara Abrahah ke Mekkah dinamakan sebagai Tahun Gajah. Kisah ini juga tertulis terang di surat Al Fiil di kitab suci Al-Quran. "Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan kerikil dari tanah yang terbakar, kemudian Dia menjadikan mereka menyerupai daun-daun yang dimakan (ulat)." (Al Fiil: 3-4).
Bentrok dengan Iran
Di zaman modern, insiden paling sering yakni bentrok pegawapemerintah keamanan Arab Saudi dengan para demonstran asal Iran. Kehadiran para demonstran merupakan perintah dari pemerintah Iran semoga para jemaah haji Iran memberikan protes terhadap kerajaan Saudi.
Kerusuhan terparah terjadi pada 31 Juli 1987 yang menewaskan 401 orang. Di antaranya yakni 275 warga Iran, 85 warga Arab Saudi, dan 42 jemaah haji asal negara lain. Sebanyak 643 orang terluka, kebanyakan yakni jemaah haji Iran.
Perseteruan antara Arab Saudi dengan Iran sudah berlangsung relatif lama. Dimulai dikala Muhammad bin Abdul Wahhab, ulama Salaf kenamaan Arab Saudi, memerintahkan penghancuran beberapa makam yang dikultuskan umat Islam di Hejaz, termasuk makam ulama Syiah Al-Baqi, pada tahun 1925.
Tindakan ini tidak ayal menciptakan murka pemerintahan dan rakyat Iran yang dominan Syiah. Kemelut pun dimulai, Iran menyerukan penggulingan pemerintahan di Arab Saudi dan melarang seluruh warga Iran pergi haji pada tahun 1927.
Ketegangan bertambah parah sesudah pada tahun 1943, pemerintah Arab Saudi memenggal kepala seorang jemaah haji Iran karena membawa kotoran insan di pakaiannya ke dalam Masjidil Haram di Mekkah.
Iran protes keras dan melarang warganya pergi haji hingga tahun 1948.
Sejak dikala itu, demonstrasi jemaah haji Iran terus dilakukan di Mekkah. Ini berkat imbauan Ayatullah Khomeini pada tahun 1971 yang memerintahkan setiap jemaah haji Iran untuk berhaji sambil memberikan pandangan politik mereka terhadap pemerintah Arab Saudi. Para jemaah Iran menyebut demonstrasi ini dengan nama "Menjaga Jarak dengan Para Musryikin."
Pada tahun 1982, situasi kedua negara sempat tenang. Khomeini memerintahkan rakyatnya menjaga ketertiban dan perdamaian, tidak berbagi pamflet-pamflet propaganda, dan untuk tidak mengkritik pemerintahan Arab Saudi.
Sebagai balasannya, kerajaan Arab Saudi membebaskan jemaah haji Iran untuk kembali berhaji. Sebelumnya, Saudi membatasi jumlah jemaah haji asal Iran untuk menghindari konflik.
Ketegangan kembali terjadi pada Jumat, 31 Juli 1987. Para jemaah haji Iran melaksanakan pawai protes menentang para musuh Islam, yaitu Israel dan Amerika Serikat, di kota Mekkah. Ketika hingga di depan Masjidil Haram, mereka diblokir oleh pegawapemerintah keamanan Arab Saudi, namun mereka tetap memaksa masuk.
Bentrokan berdarah kemudian terjadi yang menimbulkan situasi kacau dengan beberapa orang terinjak-injak oleh massa yang panik.
Ada beberapa versi pemicu maut ratusan orang pada insiden ini. Pemerintah Iran mengatakan, pegawapemerintah keamanan Saudi melepaskan tembakan ke arah demonstran damai, sementara Arab Saudi menyampaikan bahwa korban tewas akhir terjepit dan terinjak jemaah yang panik. Akibat hal ini, korelasi kedua negara kembali renggang dan pemerintah Arab Saudi kembali menerapkan pembatasan jemaah haji Iran.
Mahdi Palsu
Peristiwa berdarah lainnya terjadi pada 20 November 1979. Kala itu ratusan orang bersenjata menguasai Masjidil Haram dan menyandera puluhan ribu jemaah haji di dalamnya.
Penyanderaan dipimpin oleh Juhaimin Ibnu Muhammad Ibnu Saif al-Otaibi yang menyampaikan saudara iparnya, Muhammad bin Abd Allah Al-Qahtani, yakni Imam Mahdi atau sang penyelamat tamat zaman.
Dilaporkan sebanyak 400-500 militan Otaibi, termasuk di dalamnya perempuan dan anak-anak, mengeluarkan senjata yang mereka sembunyikan di balik baju dan merantai gerbang Masjidil Haram. Mereka memerintahkan para jemaah untuk tunduk kepada Mahdi palsu, Al-Qahtani. Penyanderaan berlangsung selama dua minggu, sebelum karenanya para militan diberantas oleh pasukan bersenjata adonan antara Arab Saudi dengan beberapa negara.
Pasukan Arab Saudi sempat dipukul mundur karena hebatnya persenjataan para militan. Seluruh warga Mekkah dievakuasi ke beberapa daerah.
Pasukan kerajaan siap melaksanakan gempuran mematikan. Namun, mereka harus meminta izin dari ulama besar Arab Saudi, Abdul Aziz bin Baz, yang telah melarang segala jenis kekerasan di Masjidil Haram. Akhirnya ia mengeluarkan anutan penyerangan mematikan untuk mengambil alih Ka'bah.
Dilaporkan 255 jemaat haji dan militan Otaibi tewas dalam penyerangan tersebut, sebanyak 560 orang terluka. Dari sisi tentara Arab Saudi, sebanyak 127 tewas dan 451 terluka.
Berbagai dongeng berbeda mengisahkan saat-saat penyerangan oleh tentara adonan Arab Saudi, Pakistan dan Perancis.
Salah satu laporan menyampaikan tentara membanjiri Masjidil Haram dengan air dan mengalirinya dengan listrik, menyetrum para militan. Laporan lainnya menyampaikan para tentara memakai gas beracun. Pasukan Perancis dipanggil karena pasukan Arab Saudi tidak berdaya.
Tentara Perancis ini dikabarkan menjadi Muslim dahulu sebelum masuk Masjidil Haram. Langkah ini mereka lakukan karena Masjidil Haram hanya boleh dimasuki oleh umat Muslim.
Referensi:
http://majlisdzikrullahpekojan.org/kisah-quran-dan-hadist/sejarah-kabah.html
http://www.forumkami.net/islam/183515-sejarah-berdirinya-kabah.html
Awalnya, Mekkah hanyalah sebuah hamparan kosong. Sejauh mata memandang pasir bergumul di tengah terik menyengat. Aliran zamzamlah yang pertama kali mengubah wilayah gersang itu menjadi sebuah komunitas kecil tempat dimulainya peradaban gres dunia Islam.
Bangunan persegi berjulukan Ka'bah didaulat menjadi sentra dari kota itu sekaligus sentra ibadah seluruh umat Islam. Mengunjunginya yakni salah satu dari rukun Islam, Ibadah Haji.
Ka'bah masih tetap berdiri kokoh hingga dikala ini dan diperkirakan masih terus berdiri hingga kiamat menjelang. Beberapa generasi pernah menjadi saksi berdirinya Ka'bah hingga banyak sekali kemelut menyelimutinya.
Adalah Ismail, putra Nabi Ibrahim dan Siti Hajar, yang kaki mungilnya pertama kali menyentuh sumber mata air zamzam. Akibat inovasi mata air infinit ini, Siti Hajar dan Ismail yang kala itu ditinggal oleh Ibrahim ke Kanaan di tengah padang, tiba-tiba kedatangan banyak musafir. Beberapa tetapkan untuk tinggal, beberapa lagi beranjak.
Ibrahim tiba dan kemudian mendapat wahyu untuk mendirikan Ka'bah di kota kecil tersebut. Ka'bah sendiri berarti tempat dengan penghormatan dan prestise tertinggi.
Ka'bah yang didirikan Ibrahim terletak persis di tempat Ka'bah usang yang didirikan Nabi Adam hancur tertimpa banjir bandang pada zaman Nabi Nuh. Adam yakni Nabi yang pertama kali mendirikan Ka'bah
Tercatat, 1500 SM yakni merupakan tahun pertama Ka'bah kembali didirikan. Berdua dengan putranya yang taat, Ismail, Ibrahim membangun Ka'bah dari bebatuan bukit Hira, Qubays, dan tempat-tempat lainnya.
Bangunan mereka semakin tinggi dari hari ke hari, dan kemudian selesai dengan panjang 30-31 hasta, lebarnya 20 hasta. Bangunan awal tanpa atap, hanyalah empat tembok persegi dengan dua pintu.
Celah di salah satu sisi bangunan diisi oleh kerikil hitam besar yang dikenal dengan nama Hajar Aswad. Batu ini tersimpan di bukit Qubays dikala banjir besar melanda pada masa Nabi Nuh.
Batu ini istimewa, alasannya diberikan oleh Malaikat Jibril. Hingga dikala ini, jutaan umat Muslim dunia mencium kerikil ini ketika berhaji, sebuah lelaku yang dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad.
Selesai dibangun, Allah memerintahkan Ibrahim untuk menyeru umat insan berziarah ke Ka'bah yang didaulat sebagai Rumah Tuhan. Dari sinilah, awal mula haji, ibadah akbar umat Islam di seluruh dunia.
Karena tidak beratap dan bertembok rendah, sekitar dua meter, barang-barang berharga di dalamnya sering dicuri. Bangsa Quraisy yang memegang kendali atas Mekkah ribuan tahun sesudah maut Ibrahim berinisiatif untuk merenovasinya. Untuk melaksanakan hal ini, terlebih dahulu bangunan awal harus dirubuhkan.
Al-Walid bin Al-Mughirah Al-Makhzumy yakni orang yang pertama kali merobohkan Ka'bah untuk membangunnya menjadi bangunan yang baru.
Pada zaman Nabi Muhammad, renovasi juga pernah dilakukan pasca banjir besar melanda. Perselisihan muncul di antara keluarga-keluarga kaum Quraisy mengenai siapakah yang pantas memasukkan Hajar Aswad ke tempatnya di Ka'bah.
Rasulullah berperan besar dalam hal ini. Dalam sebuah kisah yang terkenal, Rasulullah meminta keempat suku untuk mengangkat Hajar Aswad secara bersama dengan memakai secarik kain. Ide ini berhasil menghindarkan perpecahan dan pertumpahan darah di kalangan bangsa Arab.
Renovasi terbesar dilakukan pada tahun 692. Sebelum renovasi, Ka'bah terletak di ruang sempit terbuka di tengah sebuah mesjid yang kini dikenal dengan Masjidil Haram. Pada tamat tahun 700-an, tiang kayu mesjid diganti dengan marmer dan sayap-sayap mesjid diperluas, ditambah dengan beberapa menara. Renovasi dirasa perlu, menyusul semakin berkembangnya Islam dan semakin banyaknya jemaah haji dari seluruh jaziran Arab dan sekitarnya.
Wajah Masjidil Haram modern dimulai dikala renovasi tahun 1570 pada kepemimpinan Sultan Selim. Arsitektur tahun inilah yang kemudian dipertahankan oleh kerajaan Arab Saudi hingga dikala ini.
Pada penyatuan Arab Saudi tahun 1932, negara ini didaulat menjadi Pelindung Tempat Suci dan Raja Abdul Aziz yakni raja pertama yang menyandang gelar Penjaga Dua Mesjid Suci, Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.
Pada pemerintahannya, Masjidil Haram diperluas hingga sanggup memuat kapasitas 48.000 jemaah, sementara Masjid Nabawi diperluas hingga sanggup memuat 17.000 jemaah.
Pada pemerintahan Raja Fahd tahun 1982, kapasitas Masjidil Haram diperluas hingga memuat satu juta jemaah. Renovasi ketiga selesai pada tahun 2005 dengan pemanis beberapa menara. Pada renovasi ketiga ini, sebanyak 500 tiang marmer didirikan, 18 gerbang pemanis juga dibuat. Selain itu, banyak sekali perangkat modern, menyerupai pendingin udara, eskalator dan sistem drainase juga ditambahkan.
Saat ini, pada masa kepemimpinan Raja Abdullah bin Abdul-Aziz, renovasi keempat tengah dilakukan hingga tahun 2020. Rencananya, Masjidil Haram akan diperluas hingga 35 persen, dengan kapasitas luar mesjid sanggup menampung 800.000 hingga 1.120.000 jemaah. Jika rampung, kepingan dalam Masjidil Haram akan sanggup menampung hingga dua juta jemaah.
Banjir Ka'bah
Bencana alam yang mungkin sering terjadi di wilayah Mekkah yakni banjir. Terbesar tentu saja pada masa banjir bandang Nabi Nuh. Kala itu seluruh bangunan Ka'bah runtuh. Banjir juga terjadi beberapa kali di masa Nabi Muhammad. Sepeninggalnya, pada masa Khalifah Umar bin Khattab, banjir merusak dinding-dinding Ka'bah.
Salah satu banjir yang sempat terdokumentasikan yakni banjir besar pada tahun 1941. Dalam gambar yang dipublikasikan secara luas, terlihat kepingan dalam Masjidil Haram terendam banjir hingga hampir setengah tinggi Ka'bah.
Di beberapa tempat bahkan mencapai leher orang dewasa. Banjir-banjir inilah yang kemudian menciptakan beberapa tiang mesjid yang terbuat dari kayu menjadi lapuk dan rapuh. Kerajaan Saudi terpaksa harus melaksanakan perbaikan beberapa kali untuk mengatasi hal ini.
Banjir sering terjadi di Mekkah karena letak geografis kota tersebut yang diapit beberapa bukit. Hal ini menjadikan Mekkah berada di dataran rendah yang letaknya menyerupai mangkuk. Air hujan tidak sanggup dapat gampang diserap oleh tanah, mengingat lahan Timur Tengah yang tandus. Alhasil banjir bisa berlangsung selama beberapa lama. Ditambah lagi, sistem drainase kala itu tidak sebaik sekarang.
Selain banjir, banyak sekali insiden pertumpahan darah tercatat pernah mewarnai sejarah Masjidil Haram. Mulai dari zaman sebelum Nabi Muhammad lahir hingga ke zaman modern di masa ke 20. Beberapa insiden tersebut diakhiri dengan kemenangan para penguasa Ka'bah.
Serangan Gajah
Serangan terhadap Ka'bah yang paling populer terjadi pada tahun 571 Masehi, tahun kelahiran Nabi Muhammad. Kala itu, sebanyak 60.000 pasukan gajah yang dipimpin oleh Gubernur Yaman, Abrahah, berencana menyerbu Mekkah dan menghancurkan Ka'bah.
Negara Yaman yakni salah satu negara Katolik besar kala itu. Sebuah gereja besar yang indah didirikan pada pemerintahan Raja Yaman, Habshah. Gereja tersebut berjulukan Qullais. Abrahah sebagai pembina gereja bersumpah akan memalingkan pemujaan warga Arab dari Ka'bah di Mekkah ke gerejanya di Yaman.
Alkisah, mendengar hal ini, seorang Arab dari qabilah Bani Faqim bin Addiy tersinggung kemudian masuk ke dalam gereja dan membuang hajat di dalamnya. Abrahah murka luar biasa dan bersumpah akan meruntuhkan Ka'bah. Berangkatlah ia beserta tentara terkuatnya, menunggang 60.000 ekor gajah.
Tidak ada satupun kekuatan kabilah Arab Saudi yang bisa menandingi kekuatan puluhan ribu tentara gajah tersebut. Berdasarkan komando dari kakek Muhammad, Abdul Mutalib, para penduduk Mekkah mengungsi ke puncak-puncak bukit di sekeliling Ka'bah. Berangkatlah rombongan tentara Abrahah menuju Ka'bah, hendak menghancurkan bangunan mulia tersebut.
Menurut kisah, laju tentara gajah terhenti akhir serangan dari ribuan burung Ababil. Burung-burung ini membawa tiga butir kerikil panas di kedua kakinya dan paruhnya. Dilepaskannya batu-batu tersebut di atas tentara gajah. Batu yang konon berasal dari neraka itu menembus daging para tentara dan gajah-gajah mereka. Sebuah tafsir menyampaikan burung-burung itu membawa penyakit cacar yang menimbulkan para tentara Abrahah tewas akhir jerawat yang sangat panas.
Inilah sebabnya, tahun penyerangan tentara Abrahah ke Mekkah dinamakan sebagai Tahun Gajah. Kisah ini juga tertulis terang di surat Al Fiil di kitab suci Al-Quran. "Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan kerikil dari tanah yang terbakar, kemudian Dia menjadikan mereka menyerupai daun-daun yang dimakan (ulat)." (Al Fiil: 3-4).
Bentrok dengan Iran
Di zaman modern, insiden paling sering yakni bentrok pegawapemerintah keamanan Arab Saudi dengan para demonstran asal Iran. Kehadiran para demonstran merupakan perintah dari pemerintah Iran semoga para jemaah haji Iran memberikan protes terhadap kerajaan Saudi.
Kerusuhan terparah terjadi pada 31 Juli 1987 yang menewaskan 401 orang. Di antaranya yakni 275 warga Iran, 85 warga Arab Saudi, dan 42 jemaah haji asal negara lain. Sebanyak 643 orang terluka, kebanyakan yakni jemaah haji Iran.
Perseteruan antara Arab Saudi dengan Iran sudah berlangsung relatif lama. Dimulai dikala Muhammad bin Abdul Wahhab, ulama Salaf kenamaan Arab Saudi, memerintahkan penghancuran beberapa makam yang dikultuskan umat Islam di Hejaz, termasuk makam ulama Syiah Al-Baqi, pada tahun 1925.
Tindakan ini tidak ayal menciptakan murka pemerintahan dan rakyat Iran yang dominan Syiah. Kemelut pun dimulai, Iran menyerukan penggulingan pemerintahan di Arab Saudi dan melarang seluruh warga Iran pergi haji pada tahun 1927.
Ketegangan bertambah parah sesudah pada tahun 1943, pemerintah Arab Saudi memenggal kepala seorang jemaah haji Iran karena membawa kotoran insan di pakaiannya ke dalam Masjidil Haram di Mekkah.
Iran protes keras dan melarang warganya pergi haji hingga tahun 1948.
Sejak dikala itu, demonstrasi jemaah haji Iran terus dilakukan di Mekkah. Ini berkat imbauan Ayatullah Khomeini pada tahun 1971 yang memerintahkan setiap jemaah haji Iran untuk berhaji sambil memberikan pandangan politik mereka terhadap pemerintah Arab Saudi. Para jemaah Iran menyebut demonstrasi ini dengan nama "Menjaga Jarak dengan Para Musryikin."
Pada tahun 1982, situasi kedua negara sempat tenang. Khomeini memerintahkan rakyatnya menjaga ketertiban dan perdamaian, tidak berbagi pamflet-pamflet propaganda, dan untuk tidak mengkritik pemerintahan Arab Saudi.
Sebagai balasannya, kerajaan Arab Saudi membebaskan jemaah haji Iran untuk kembali berhaji. Sebelumnya, Saudi membatasi jumlah jemaah haji asal Iran untuk menghindari konflik.
Ketegangan kembali terjadi pada Jumat, 31 Juli 1987. Para jemaah haji Iran melaksanakan pawai protes menentang para musuh Islam, yaitu Israel dan Amerika Serikat, di kota Mekkah. Ketika hingga di depan Masjidil Haram, mereka diblokir oleh pegawapemerintah keamanan Arab Saudi, namun mereka tetap memaksa masuk.
Bentrokan berdarah kemudian terjadi yang menimbulkan situasi kacau dengan beberapa orang terinjak-injak oleh massa yang panik.
Ada beberapa versi pemicu maut ratusan orang pada insiden ini. Pemerintah Iran mengatakan, pegawapemerintah keamanan Saudi melepaskan tembakan ke arah demonstran damai, sementara Arab Saudi menyampaikan bahwa korban tewas akhir terjepit dan terinjak jemaah yang panik. Akibat hal ini, korelasi kedua negara kembali renggang dan pemerintah Arab Saudi kembali menerapkan pembatasan jemaah haji Iran.
Mahdi Palsu
Peristiwa berdarah lainnya terjadi pada 20 November 1979. Kala itu ratusan orang bersenjata menguasai Masjidil Haram dan menyandera puluhan ribu jemaah haji di dalamnya.
Penyanderaan dipimpin oleh Juhaimin Ibnu Muhammad Ibnu Saif al-Otaibi yang menyampaikan saudara iparnya, Muhammad bin Abd Allah Al-Qahtani, yakni Imam Mahdi atau sang penyelamat tamat zaman.
Dilaporkan sebanyak 400-500 militan Otaibi, termasuk di dalamnya perempuan dan anak-anak, mengeluarkan senjata yang mereka sembunyikan di balik baju dan merantai gerbang Masjidil Haram. Mereka memerintahkan para jemaah untuk tunduk kepada Mahdi palsu, Al-Qahtani. Penyanderaan berlangsung selama dua minggu, sebelum karenanya para militan diberantas oleh pasukan bersenjata adonan antara Arab Saudi dengan beberapa negara.
Pasukan Arab Saudi sempat dipukul mundur karena hebatnya persenjataan para militan. Seluruh warga Mekkah dievakuasi ke beberapa daerah.
Pasukan kerajaan siap melaksanakan gempuran mematikan. Namun, mereka harus meminta izin dari ulama besar Arab Saudi, Abdul Aziz bin Baz, yang telah melarang segala jenis kekerasan di Masjidil Haram. Akhirnya ia mengeluarkan anutan penyerangan mematikan untuk mengambil alih Ka'bah.
Dilaporkan 255 jemaat haji dan militan Otaibi tewas dalam penyerangan tersebut, sebanyak 560 orang terluka. Dari sisi tentara Arab Saudi, sebanyak 127 tewas dan 451 terluka.
Berbagai dongeng berbeda mengisahkan saat-saat penyerangan oleh tentara adonan Arab Saudi, Pakistan dan Perancis.
Salah satu laporan menyampaikan tentara membanjiri Masjidil Haram dengan air dan mengalirinya dengan listrik, menyetrum para militan. Laporan lainnya menyampaikan para tentara memakai gas beracun. Pasukan Perancis dipanggil karena pasukan Arab Saudi tidak berdaya.
Tentara Perancis ini dikabarkan menjadi Muslim dahulu sebelum masuk Masjidil Haram. Langkah ini mereka lakukan karena Masjidil Haram hanya boleh dimasuki oleh umat Muslim.
Referensi:
http://majlisdzikrullahpekojan.org/kisah-quran-dan-hadist/sejarah-kabah.html
http://www.forumkami.net/islam/183515-sejarah-berdirinya-kabah.html
Related Posts