Nih Sejarah Awal Bangun Universitas Gajah Mada Di Indonesia
Sejarah Awal Berdiri Universitas Gajah Mada di Indonesai - Universitas Gadjah Mada merupakan salah satu Universitas terbaik, terbesar dan tertua di Indonesia.Universitas ini didirikan pada tanggal 19 Desember 1949 dan mempunyai 6 fakultas, dan hingga kini ini UGM telah mempunyai 18 Fakultas. Pada Tahun 2008, UGM berada pada peringkat 316 pada Times Higher Education Supplement World University Rankings 2008, dan merupakan peringkat ketiga universitas di Indonesia. Peringkat pertama ialah Universitas Indonesia disusul oleh Institut Teknologi Bandung diposisi ke 2. Sedangkan Rangking Webometric Universitas Dunia menaruh UGM di Rangking 72 di Asia atau ranking 572 di dunia, dan peraih rangking pertama di Indonesia secara konsisten dalam 3 tahun berturut-turut, 2007-2009.
Untuk mengetahui lebih jauh wacana UGM, maka tidak ada salahnya kita menengok ke belakang sejarah universitas gadjah mada dan perkembangannya, apalagi bagi abang dan adik serta bawah umur kita yang ingin melanjutkan studinya di UGM mungkin perlu meninjau lebih jauh latar belakang dan perkembangannya. Seperti biasa awalmula.com mengembangkan informasi sejarah awal mula segalanya berdasarkan dari banyak sekali sumber, dan untuk sejarah universitas gadjah mada, awalmula.com kutip pribadi dari situs resmi ugm (www.ugm.ac.id) yang dikutip dari “Riwajat Perdjuangan Mendirikan Universitas Gadjah Mada dan Sekedar Tentang Perguruan Tinggi lain di Inonesia ” oleh Prof. Dr. M. Sardjito, “Perdjuangan Universitas Gadjah Mada dan Perguruan Tinggi Lain Dalam Revolusi Fisik”oleh Pro.f Ir. Herman Johannes, “Buku Kenangan Seperempat Abad Univervitas Gadjah Mada 11 vang diredakturi oleh Drs. H. Nangtjik dan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1949.
Sejarah Universitas Gadjah Mada
Pada tanggal 24 Januari 1946 orang-orang yang berkomitment tinggi terhadap peningkatan martabat insan memenuhi gedung SMT Kotabaru. Diantaranya Mr. Boediarto, Ir. Marsito, Prof. Dr. Prijono, Mr. Soenarjo, Dr. Soleiman, Dr. Buntaran, Dr. Soeharto. Mereka bermaksud mendirikan Balai PTS di Yogyakarta.
Dalam pertemuan itu, Mr. Soenarjo, menegaskan bahwa di Jakarta, NICA sudah mendirikan Universitas. Bangsa Indonesia dihentikan gagal mendirikan universitas. “Lebih- lebih sekarang, pada waktu pembangunan, waktu kita butuhkan majemuk ilmu pengetahuan”, tambah Mr. Soenarjo.
Pertemuan di atas diikuti oleh beberapa pertemuan berikutnya, salah satunya ialah pertemuan di Gedung KNI Malioboro, tanggal 3 Maret 1946. Dalam pertemuan ini, diumumkan berdirinya Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada, yang terdiri atas Fakultas Hukum dan Fakultas Kesusasteraan.
Dengan berdirinya Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada, maka pada tahun 1 946 terdapat dua perguruan tinggi di Yogyakarta. Yang satu lagi ialah Sekolah Tinggi Teknik, yang berdiri tanggal 17 Februari 1946. Sekolah Tinggi Teknik ini merupakan usaha penghidupan kembali Sekolah Tinggi Teknik Bandung, yang terpaksa ditutup lantaran suasana perang antara Indonesia dan tentara sekutu di antara pemimpinnya, tersebutlah nama Prof. Jr. Rooseno dan Prof. Ir. Wreksodhiningrat.itulah sebabnya mahasiswa Fakultas Teknik Bandung sanggup melanjutkan pendidikannya dan menempuh ujian insinyur di Sekolah Tinggi Teknik Yogyakarta.
Setelah penyerbuan Belanda ke Yogyakarta, 19 Desember 1948, kedua perguruan tinggi di atas terpaksa ditutup. Para dosen dan mahasiswanya menentukan berjuang menentang Belanda ketimbang melanjutkan proses belajar-mengajar. Tetapi. peralatan kuliah tetap dipelihara dengan baik oleh para mahasiswa.
Klaten kini tentu saja berbeda dengan Klaten di tahun 1946. Perbedaan yang menyolok ialah soal pendidikan tinggi. Kini Klaten tidak mempunyai perguruan tinggi. Tetapi, Klaten tahun 1946 ialah kota pendidikan. disini berdiri, antara lain Perguruan Tinggi Kedokteran (berdiri 5 Maret 1946), Sekolah Tinggi Kedokteran Hewan (berdiri 20 September 1 946), Sekolah Tinggi Farmasi (berdiri 27 September 1946), dan Pergurutan Tinggi Pertanian (berdiri 27 September 1946).
Mengapa Klaten dipilih sebagai tempat pendirian beberapa perguruan tinggi? Jawabnya. lantaran Klaten terletak di pedalaman. Kota-kota besar ibarat Jakarta, Bandung dan Surabaya mustahil lagi menyelenggarakan pendidikan tinggi. Sebab, ketiga kota tersebut sering kali dibom oleh tentara sekutu. Para pejuang Indonesia di ketiga kota tersebut tidak tinggal diam. Mereka juga balas menyerang sekutu. Akibatnya, ketiga kota ini menjadi ajang pertempuran.
Alasan lain adalah, adanya laboratorium pendukung dan lnstitut Pasteur. Laboratorium disediakan oleh Rumah Sakit Tegalyoso. Sedangkan Institut Pasteur di Bandung, sesudah diambil alih oleh bangsa Indonesia dari tangan Jepang, 1 September 1945, dipindahkan ke Klaten (Salah seorang yang ikut memindahkan institut ini ialah Prof. Dr. M, Sardjito).
Kehidupan perguruan tinggi di Klaten makin marak dengan berdirinya Fak. Kedokteran Gigi awal tahun 1948. Hal ini berlangsung hingga 19 Desember 1948, dikala Belanda menyerbu ke dalam tempat Republik Indonesia.
Tujuh bulan sebelum penyerbuan Belanda ke dalam Republik Indonesia, tepatnya awal Mei 1948, Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan bantu-membantu sudah mendirikan Akademi Ilmu Politik di Yogyakarta. Akademi ini berdiri atas seruan Kementerian Dalam Negeri, yaitu untuk mendidik calon-calon pegawai Departemen Dalam Negeri, Departemen Luar Negeri dan Dep. Penerangan.
Pada dikala berdiri, Akademi Ilmu Politik ini dipimpin oleh Prof. Djokosoetono, S.H. Beberapa pegawai Dep. Dalam Negeri yang mencar ilmu di sini, antara lain: Djumadi lsworo, Soempono Djojowadono, Irnan Soetikno, Bambang Soegeng Wardi dan Dradjat. Sayang, umur perguruan ini tidak lama. Setelah pemberontakan PKI Madiun meletus, September 1948, perguruan ini ditinggalkan para mahasiswanya. Mereka ikut menumpas pemberontakan dan membangun kembali kerusakan-kerusakan yang terjadi. Maka perguruan ini pun terpaksa ditutup.
Kalau di atas di ceritakan bahwa perguruan-perguruan tinggi yang terpaksa ditutup di Klaten dan Yogyakarta ialah perguruan tinggi yang sudah beroperasi, di Solo ada perguruan tinggi yang sudah dibuka terpaksa batal diresmikan. Yakni: Balai Pendidikan Ahli Hukum. Perguruan tinggi ini berdiri 1 November 1948, sebagai hasil kolaborasi Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan dengan Kementerian Kehakiman.
Bersamaan dengan itu, Panitia Pendirian PTS di Solo, yang dipimpin oleh Drs. Notonagoro, S.H., Koesoemadi, S.H. dan Hardjono, S.H., juga merencanakan pendirian Sekolah Tinggi Hukum Negeri. Panitia ini menyarankan semoga Balai Pendidikan Ahli Hukum digabungkan saja dengan Sekolah Tinggi Hukum Negeri. Paling tidak untuk melaksanakan efisiensi. Usul ini, rupanya, diterima pemerintah. Buktinva, Peraturan Pemerintah No. 73 tahun 1948 menyebutkan bahwa Balai Pendidikan Ahli Hukum digabungkan ke dalam Sekolah Tinggi Hukum Negeri.
Menurut Prof. Dr. M. Sardjito, Sekolah Tinggi Hukum Negeri Solo ini akan diresmikan tanggal 28 Desember 1948. Tetapi, sembilan hari sebelum peresmian, Belanda sudah menyerbu ke wilayah Republik Indonesia. Apa boleh buat, usaha menentang Belanda menjadi prioritas. Akibatnya, sekolah tinggi ini layu sebelum menguntum dan terpaksa bubar sebelum diresmikan.
Tidak banyak yang ingat kapan persisnya timbul inspirasi untuk menggabungkan beberapa perguruan tinggi usaha (Sebutan ini, diberikan oleh Prof. Ir. Herman Johannes) tersebut di atas menjadi sebuah perguruan tinggi. Tetapi, berdasarkan Prof. Dr. M. Sardjito, tanggal 20 Mei 1949, ada rapat Panitia Perguruan Tinggi, di Pendopo Kepatihan Yogyakarta. Rapat ini dipimpin oleh Prof. Dr. Soetopo, dengan anggota rapat antara lain, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Prof. Dr. M. Sardjito, Prof. Dr. Prijono, Prof. Ir. Wreksodhiningrat, Prof. Ir. Harjono, Prof. Sugardo dan Slamet Soetikno, S.H. Salah satu hasil rapat adalah: beberapa anggota rapat menyanggupi pendirian perguruan kembali di wilayah republik, yaitu Yogyakarta. Mereka yang bersedia ialah Prof. Ir. Wreksodhiningrat, Prof. Dr. Prijono, Prof. Ir. Harjono dan Prof. Dr. M. Sardjito.
Kesulitan utama yang ditemui para Guru Besar tersest di atas dalam mendirikan kembali perguruan tinggi di Yogya ialah tidak adanya ruangan untuk kuliah. Untunglah Sultan Hamengku Buwono IX bersedia meminjamkan kraton dan beberapa gedung di sekitar kraton untuk ruangan kuliah. Masalah utama pun terpecahkan. Setelah itu persiapan lain pun dimatangkan.
Usaha keras para Guru Besar tersebut akibatnya membuahkan hasil. Tanggal 1 November 1949, di Kompleks Peguruan Tinggi Kadipaten, Yogyakarta, berdiri kembali Fakultas Kedokteran Gigi dan Farmasi, Fakultas Pertanian., dan Fakultas Kedokteran. Pembukaan ketiga fakultas ini dihadiri oleh Bung Karno. Pada pembukaan ini, berdasarkan Prof. Dr. M. Sardjito, diadakan sebuah renungan bagi para dosen dan mahasiswa yang telah gugur dalam peperangan melawan Belanda, yaitu: Prof. Dr. Abdulrachman Saleh, Ir. Notokoesoemo, Roewito, Asmono, Hardjito dan Wurjanto.
Keesokan harinya, 2 November 1949, giliran FakultasTeknik, Akademi Ilmu Politik dan beberapa fakultas yang berada di bawah naungan Yayasan Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada yang diresmikan. Kota Yogyakarta pun kembali marak dengan mahasiswa.
Sebulan kemudian, tepatnya 3 Desember 1949, dibuka pula Fakultas Hukum di Yogyakarta. Fakultas ini merupakan pindahan Sekolah Tinggi Hukum Negeri Solo. Orang yang berjasa dalam pemindahan ini ialah Prof. Drs. Notonagoro, S.H.
Tidak gampang mencari informasi mengapa pada tanggal 2 November 1949 tidak pribadi didirikan sebuah universitas yang sanggup menaungi 3 fakultas yang berdiri pada dikala itu. Di samping orang-orang yang terlibat dengan pendiriannya sudah meninggal dunia, dokumentasi yang dimiliki Universitas Gadjah Mada (UGM) tidak pernah menyinggung hal tersebut. Adalah masuk akal jika lalu perlu disarankan kepada UGM untuk mencari alasan tersebut. Paling tidak untuk menyempurnakan riwayat pendirian Universitas Gadjah Mada.
Tetapi, beroperasinya kembali 8 fakultas tersebut di atas semenjak 1 November 1949, mendorong lahirnya UGM, 19 Desember 1949. Tanggal ini dipilih, ibarat disebut Bung Karno. ialah untuk menunjukkan kepada dunia luar bahwa Bangsa Indonesia sanggup bangkit, meskipun sudah diserang habis-habisan oleh Belanda, 19 Desember 1948, dengan kata lain tanggal 19 Desember 1949 dipilih untuk menghilangkan noda 19 Desember 1948.
Pada dikala berdirinya, berdasarkan Peraturan Pcmerintah No. 23 Tahun 1949, UGM mempunyai enam fakultas, yaitu: (1) Fakultas Teknik (di dalamnya termasuk Akademi Ilmu Ukur dan Akademi Pendidikan Guru Bagian Ilmu Alam dan Ilmu Pasti) ; (2) Fakultas Kedokteran di dalamnya termasuk belahan Farmasi, belahan Kedokteran Gigi dan Akademi Pendidikan Guru belahan Kimia dan limu Hayat; (3) Fakultas Pertanian di dalamya ada Akademi Pertanian dan Kehutanan; (4) Fakultas Kedokteran Hewan; (5) Fakultas Hukum di dalamnya ada Akademi Keahlian Hukum, Keahlian Ekonomi dan Notariat, Akademi Ilmu Politik dan Akademi Pendidikan Guru Bagian Tatanegara, Ekonomi dan Sosiologi; dan (6) Fakultas Sastra dan Filsafat di dalamnya ada Akademi Pendidikan Guru belahan Sastra.
Pada dikala pelantikan berdirinya UGM, Prof. Dr. M. Sardi . ito ditetapkan sebagai Presiden UGM. Pada dikala yang sama juga ditetapkan Senat UGM dan Dewan Kurator UGM. Mengenai yang terakhir ini, kepengurusannya terdiri dari ketua (Ketua Kehormatan ialah Sultan Hamengku Buwono IX, sedangkan Ketua ialah Sri Paku Alam VIII, wakil ketua dan anggota. Ini menjadikan pendapat bahwa ketika UGM lahir, ia memang telah siap untuk meneruskan perjuangan, yaitu meningkatkan martabat insan Indonesia.
Dari rentetan riwayat usaha mendirikan UGM di atas, tidak berlebihan rasanya bila disimpulkan bahwa pendirian UGM ialah usaha untuk meneruskan perjuangan. Ini perlu menjadi pegangan bagi seluruh sivitas akademika UGM.
Perkembangan Universitas Gadjah Mada (wikipedia.org)
Tahun 1952 Fakultas Hukum, Sosial dan Politik ditambah dengan belahan ekonomi sehingga menjadi Fakultas Hukum, Ekonomi, Sosial dan Politik HESP). Pada bulan September 1952 Fakultas Pertanian ditambah dengan Bagian Kehutanan, sehingga menjadi Fakultas Pertanian dan Kehutanan.
Sejak September 1955, beberapa fakultas dimekarkan menjadi fakultas-fakultas baru, antara lain:
- Fakultas Kedokteran, Kedokteran Gigi, dan Farmasi menjadi Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Gigi dan Fakultas Farmasi.
- Bagian Bakaloreat Biologi Fakultas Kedokteran, Kedokteran Gigi, dan Farmasi menjadi Fakultas Biologi.
- Fakultas Hukum, Ekonomi, Sosial dan Politik dipecah menjadi tiga fakultas, yaitu: Fakultas Hukum, Fakultas Ekonomi dan Fakultas Sosial dan Politik.
- Fakultas Sastra, Pedagogik dan Filsafat dipecah menjadi tiga fakultas, yaitu: Fakultas Sastra dan Kebudayaan, Fakultas Ilmu Pendidikan dan Fakulas Filsafat.
- Tingkat pengajaran Bakaloreat Ilmu Pasti dan Bakaloreat Ilmu Alam pada Bagian Sipil Fakultas Teknik dijadikan Fakultas Ilmu Pasti dan Alam.
- Fakultas Ilmu Pendidikan mempunyai dua belahan yaitu Bagian Pendidikan dan Bagian Pendidikan Jasmani.
- Fakultas Kedokteran Hewan diuubah namanya menjadi Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan.
- Pada tahun 1960 Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Gigi dipisahkan menjadi Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi.
Pada tahun 1962 Bagian Pendidikan Jasmani dari Fakultas Ilmu Pendidikan ditingkatkan menjadi Fakultas Pendidikan Jasmani. Fakultas ini diserahkan pada Departemen Olah Raga pada tahun 1963 dan menjadi Sekolah Tinggi Olah Raga (STO).
Untuk menawarkan pendidikan umum yang berpengaruh bagi semua Fakultas, didirikan pula Fakultas Umum, dan digabungkan dengan Fakultas Filsafat menjadi Gabungan Fakultas Umum dan Fakultas Filsafat. Pada tahun 1961 Fakultas Filsafat dibubarkan dan pada tahun 1962 Fakultas Umum juga dibubarkan. Sebagai penggantinya tahun 1963 didirikan Biro Penyelenggara Kuliah-Kuliah khusus untuk melaksanakan kiprah yang semula menjadi kiprah adonan Fakultas Umum dan Fakultas Filsafat. Namun pada tanggal 18 Agustus 1967 Fakultas Filsafat didirikan kembali dan pada tahun 1969 Biro Penyelenggara Kuliah-Kuliah khusus dimasukkan dalam Fakultas Filsafat sebagai Biro Penyelenggara Kuliah-Kuliah Agama.
Pada tahun 1963 Bagian Kehutanan Fakultas Pertanian ditingkatkan menjadi Fakultas Kehutanan, seksi teknologi dan seksi kultur teknik menjadi Fakultas Teknologi Pertanian. Pada tahun itu pula Jurusan Geografi pada Fakultas Sastra dan Kebudayaan ditingkatkan menjadi Fakultas Geografi.
Jurusan Psikologi pada FIP menjadi Bagian Psikologi yang lalu pada tanggal 8 Januari 1965 menjadi Fakultas Psikologi.
Pada tahun 1969 Fakultas yang ke-18 lahir yaitu Fakultas Peternakan yang merupakan peningkatan Bagian Peternakan Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan.
Semenjak tahun 1983 Universitas Gadjah Mada mempunyai 18 Fakultas Program Sarjana, dua Fakulas Program Diploma (Fakultas Non Gelar Ekonomi dan Fakultas Non Gelar Teknologi) dan satu Fakultas Pascasarjana (Magister dan Doktor). Awal tahun 1992 terjadi penyederhanaan jumlah fakultas, Fakultas Pascasarjana diubah menjadi Program Pascasarjana, sedangkan Fakultas Non Gelar Ekonomi diintegrasikan ke Fakultas Ekonomi dan Fakultas Non Gelar Teknologi diintegrasikan ke Fakultas Teknik.
Related Posts